Selasa, 14 Juli 2009

Unjukrasa Siswa SD dan SMA Dibubarkan Polisi

Hari Kedua Sekolah, 5 Orang Ditangkap
Unjukrasa Siswa SD dan SMA Dibubarkan Polisi

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Memasuki hari kedua tahun ajaran baru, sekitar 700 an siswa SD Negeri 122350 dan siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar, kembali menggelar aksi unjukrasa menolak perpindahan lokasi belajar mereka, Selasa (14/7). Perpindahan ditolak, karena komite sekolah, guru, siswa dan orang tua siswa tidak setuju gedung sekolah mereka di ruislaq.

Sesuai pemberitahuan kepada polisi, unjukrasa seharusnya di lokasi kantor Walikota, rumah dinas Walikota, kantor Dinas Pendidikan dan di gedung DPRD Pematangsiantar. Tetapi gagal terlaksana, karena aksi unjuk rasa itu keburu dibubarkan aparat Polresta Pematangsiantar, ketika beraksi di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura.

Pengunjukrasa beraksi di lokasi pembubaran (persis disebelah gedung SMA Negeri 4 atau di depan gedung SD Negeri 122350), karena mereka tidak dibenarkan masuk ke gedung SMA Negeri 4 Pematangsiantar oleh Sat Pol PP dan polisi. Padahal, gedung SMA Negeri 4 dijadikan titik kumpul pengunjukrasa.

Polisi membubarkan unjuk rasa secara paksa dengan menggunakan tongkat “T“ dan tameng yang mereka miliki. Tidak sedikit siswa terinjak injak oleh petugas, saat pembubaran unjuk rasa dilakukan. Bahkan ada petugas yang melakukan pemukulan terhadap pengunjukrasa yang umumnya terdiri dari siswa SMA Negeri 4. Seketika konsentrasi massa pengunjukrasa-pun buyar.

Unjukrasa dibubarkan tanpa perlawanan berarti dari massa. Ratusan siswa lari terbirit birit ke sejumlah arah. Jerit histeris dan cucuran air mata sejumlah siswa SD dan SMA, menambah suasana semakin tegang. Berbagai umpatan-pun keluar kelompok pengunjukrasa. Meski akhirnya, polisi berhasil juga membubarkan aksi unjukrasa yang sempat membuat Jalan Sutomo sebagai Jalan Provinsi macat total.

Sebelum dibubarkan, polisi lebih dahulu menangkap lima orang pengunjukrasa. Yakni, Jansen Napitu (Wakil Ketua Komite Sekolah SMA Negeri 4), Coki Pardede (aktivis LSM), Marlon Sidabutar (Ketua Taruna Merah Putih), Ebed Sidabutar (aktivis LSM) dan seorang siswa SMA Negeri 4 kelas tiga, Muhammad Midun. Kelimanya langsung diboyong ke Polresta.

Tidak terlalu lama setelah unjukrasa berhasil dibubarkan, massa yang terdiri dari siswa SD, ratusan siswa SMA, guru, sejumlah aktivis LSM seperti Rado Damanik sebagai kordinator aksi unjukrasa, Imran Simanjuntak, Rindu Marpaung (Ketua Forum Komunikasi Guru Honor), dan Henry PK Manurung (aktivis LSM) malah bergerak ke markas Polresta Pematangsiantar dan menggelar aksi unjukrasa disana.

Mereka menuntut polisi segera membebaskan lima orang yang ditangkap sebelumnya. Berbagai orasi dilontarkan sejumlah orator di depan markas Polresta. Sempat juga terdengar, perpindahan ditolak karena pengunjukrasa tidak ingin gedung SMA dan SD yang terletak bersebelahan, di ruislag dengan 4 gedung yang terletak di Jalan Medan, Jalan Gunung Sibayak, Jalan Sisingamangaraja dan di Jalan tembus Sutomo-Pane.

Dua orang siswa yang tidak ingin disebut namanya mengatakan, mereka menolak perpindahan, karena akan berdampak terhadap pengeluaran ongkos yang akan semakin membengkak. Jika SMA Negeri 4 berada di Jalan Gunung Sibayak, maka perjalanan yang harus ditempuh siswa dari gedung yang ada di Jalan Patimura akan bertambah sekitar 2 km. Sehingga harus ditempuh dengan dua kali naik angkot.

Kedua siswa itu juga tidak setuju gedung SMA Negeri 4 Jalan Patimura di euislaq. Karena gedung SMA 4 merupakan gedung bersejarah, yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda dahulu. Saat penjajahan, gedung SMA 4 di Jalan Patimura tersebut merupakan gedung rumah sakit. Dengan begitu, gedung bersejarah katanya layak untuk dipertahankan.

Sementara, disela sela aksi unjukrasa di depan markas Polresta, Kabag Bina Mitra yang juga Pahumas Polresta Pematangsiantar, AKP Muslim mengatakan siswa SMA Negeri 4, Muhammad Midun tidak akan ditahan oleh polisi. Namun, sebelum dilepas, Midun terlebih dahulu dimintai keterangan. Namun untuk empat orang lainnya yang ditangkap, AKP Muslim mengatakan tergantung hasil pemeriksaan. Jika bukti bukti mencukupi, maka keempatnya akan ditahan. Jika tidak, maka akan dilepas.

Lebih lanjut dikatakan AKP Muslim, pembubaran aksi unjukrasa di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura, dilakukan karena aksi telah mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penangkapan dilakukan, karena kelima orang tersebut dianggap terindikasi sebagai provokator, dengan mengajak massa untuk berada di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura, sehingga membuat jalan menjadi macat total.

Ruislag SMA Negeri 4 Masih Dalam Proses

Terlepas dari aksi penolakan yang dilakukan sejumlah eleman masyarakat, termasuk siswa, guru dan komite sekolah, ternyata proses ruislaq SMA Negeri 4 ematangsiantar masih terus berlangsung. Informasi proses ruislaq diperoleh dari Sekda (Sekretaris Daerah) Pemko Pematangsiantar, Drs James Manson Lumbangaol, Senin (13/7), melalui ponselnya.

Katanya, status lahan dan gedung SMA Negeri 4 masih milik Pemko pematangsiantar, karena proses ruislaq masih dalam proses. Sedangkan perpindahan dilakukan pemerintah, untuk menghindari proses belajar mengajar siswa terganggu, disaat ruislaq terlaksana. Sementara, gedung yang ada di Jalan Gunung Sibayak, tempat lokasi belajar siswa SMA Negeri 4 dipindahkan, masih berstatus pinjam pakai. Setelah diruislaq, rencananya lahan diatas gedung SMA Negeri 4 akan dijadikan pusat perbelanjaan modern (mall).

Sementara Kadis Pendidkan Kota Pematangsiantar, Drs Surung Sialagan mengatakan, perpindahan dilakukan karena Dinas pendidikan mendapat perintah dari Pemko Pematangsiantar. Namun, alasan perpindahan dilakukan untuk apa, tidak dijelaskan oleh Drs Surung Sialagan. Bahkan, gedung SMA Negeri 4 yang ada di Jalan Patimura akan digunakan atau akan dijadikan apa, juga tidak diberitahu oleh Sialagan didampingi Sekretaris Dinas Pendidikan Hotma Aritonang.

Sesuai informasi yang sudah ada sebelumnya, ruislaq lahan dan gedung SMA Negeri 4 Pematangsiantar telah mendapat persetujuan (izin) dari DPRD pematangsiantar tahun 2006 lalu. Kemudian keluar kembali persetujuan DPRD di tahun 2007, setelah hasil penilaian dari tim penilai aset pemerintah daerah ada. Namun sejak saat itu, aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat terus berkembang. Hingga sampai saat ini, proses ruislaq yang banyak ditentang itu, belum juga terwujud.

Pematangsiantar, 14 Juli 2009

Senin, 29 Juni 2009

Hari Ini Poldasu Terima Arahan Kejari Pematangsiantar

Perkara CPNS Gate P 19
Hari Ini Poldasu Terima Arahan Kejari Pematangsiantar

M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar


Tak gampang untuk menuntaskan perkara CPNS Gate Siantar tahun 2005. Meski sudah dua tahun lebih kasus itu ditangani polisi, namun, untuk menuju P 21 saja, penyidik sekelas Polda Sumatera Utara, masih harus menerima arahan (petunjuk) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar, Nelson Sembiring SH, Senin (29/6) mengatakan, sesuai hasil penelitian JPU (Jaksa Penuntut Umum), berkas kasus dugaan pemalsuan pemenang CPNS tahun 2005, yang dilimpahkan penyidik Poldasu tidak sempurna. Hal itu sudah dinyatakan Kejari dengan P 18, dan telah disampaikan ke Poldasu, melalui surat nomor B 998/N.2.12/06/2009 tertanggal 23 Juni 2009 lalu.

Untuk penyempurnaan berkas, hari ini (Selasa 30/6), Kejari akan memberikan arahan atau petunjuk ke penyidik Poldasu. Sehingga, dengan terbitnya petunjuk, maka berkas perkara CPNS Gate dikembalikan kepenyidik atau dinyatakan P 19. Kepada penyidik, JPU berharap agar melengkapi berkas perkara, sesuai dengan petunjuk yang diberikan pada P 19. “Berkas perkara belum sempurna, sehingg dikembalikan dan diberikan petunjuk”, sebut Nelson Sembiring SH.

Lebih lanjut dikatakan Kajari Pematangsiantar, sebelumnya, berkas perkara CPNS gate juga sudah pernah dikembalikan atau P 19. Saat itu, materi berkas belum diteliti, tapi langsung dikembalikan Kejari.

Hal itu terjadi, mengingat, saat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari polisi, jumlah tersangka ada 4 orang. Yakni Ir RE Siahaan, Drs Tanjung Sijabat, Morris Silalahi dan satu orang lagi telah meninggal dunia saat ini. Namun oleh penyidik, berkas yang dilimpahkan ke Kejari hanya atas nama tersangka Morris Silalahi. Karena tidak sesuai SPDP, maka berkas-pun dinyatakan P 19 dan dikembalikan ke penyidik.

Khusus untuk perkara CPNS Gate, Kajari Pematangsiantar menugaskan 3 jaksa peneliti. Mereka itu terdiri dari Kasi Datun Kejari, RSB Simangunsong SH bersama Siti Martiti Manulang SH dan Heriansyah SH. Dari ketiga jaksa peneliti inilah diambil kesimpulan, kalau berkas yang diserahkan penyidik Poldasu tanggal 16 Juni 2009 kemarin tidak lengkap. Bahkan, banyak hal yang harus disempurnahkan oleh penyidik untuk menuju P 21. Sayang, Nelson Sembiring SH, tidak bersedia membeberkan, isi salah satu petunjuk yang diberikan jaksa peneliti. Ia hanya mengatakan berkas perkara terpisah dalam tiga berkas.

Jumat, 26 Juni 2009

Dewan Minta Presiden Copot Jabatan Walikota Siantar


Dewan Minta Presiden Copot Jabatan Walikota Siantar



M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar

DPRD Kota Pematangsiantar, Kamis (25/6), berhasil mengambil keputusan politik yang sangat krusial. Melalui sidang paripurna, DPRD meminta Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencopot jabatan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar.

Putusan dewan meminta Presiden untuk mencopot jabatan Walikota dari Ir RE Siahaan dan mencopot jabatan Wakil Walikota dari Drs Imal Raya Harahap, merupakan tindak lanjut dari putusan (hasil uji pendapat) Mahkamah Agung nomor 01 P/KHS/2009, yang menyatakan SK DPRD Pematangsiantar nomor 12 tahun 2008 tentang usulan pemberhentian kedua “penguasa” di Pematangsiantar itu sah secara hukum.

Sedangkan SK DPRD nomor 12 tahun 2008 itu sendiri menyatakan, Ir RE Siahaan dan Drs Imal Raya Harahap, diyakini telah melanggar sumpah/janji jabatan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar, terkait persekongkolan tender perbaikan bangsal RSU Dr Djasamen Saragih tahun 2005. Hal tersebut, seiring dengan putusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) nomnor 6 tahun 2006, yang menyatakan kedua “penguasa” tersebut telah melanggar UU nomor 5 tahun 1999, tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Hasil paripurna dewan kemarin, dibacakan Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Lingga Napitupulu BcEng didampingi Wakil Ketua Ir Saud Simanjuntak dan Syrwan Hazly Nasution dihadapan anggota dewan dan undangan sidang paripurna. Hasil paripurna, yang akan menjadi keputusan DPRD Pematangsiantar itu, pada poin pertama, dengan tegas menyatakan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Selanjutnya, pada poin kedua putusan, dewan meminta Presiden SBY, untuk menerbitkan surat pemberhentian terhadap kedua penguasa yang telah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatannya.

Sidang paripurna kemarin, berlangsung di lokasi darurat, karena ruang sidang dewan terkunci dan tidak bisa dibuka, serta sejumlah alat pengeras suara tidak lagi berada ditempatnya. Namun, dari 30 jumlah anggota dewan seluruhnya, 15 dewan ditambah 1 dewan yang izin, tetap bersedia menghadiri dan mengikuti sidang paripurna dengan hasil yang sangat krusial dalam sistem pelaksanaan roda pemerintahan.

Munculnya putusan dewan untuk meminta presiden mencopot Ir RE Siahaan dan Drs Imal Raya Harahap dari jabatannya masing masing, sempat membuat khawatir pengunjung sidang. Pasalnya, ketika sidang dibuka jam 09.00 WIB, jumlah anggota dewan yang hadir hanya 12 orang, termasuk 3 diantaranya merupakan pimpinan dewan.

Dampak dari minimnya jumlah anggota dewan yang hadir itu, pimpinan dewan Ir Saud Simanjuntak, terpaksa menskor sidang selama satu jam, karena belum korum untuk menggelar paripurna. Setelah satu jam, skor-pun dicabut. Namun kembali di skor, karena korum juga belum terpenuhi, yakni jumlah anggota dewan yang hadir hanya 15 orang ditambah 1 anggota dewan yang izin.

Setelah skor dilakukan dua kali satu jam, jumlah anggota dewan yang hadir tidak juga bertambah. Namun sidang paripurna tetap dibuka atau dilaksanakan, karena korum dinyatakan tidak lagi mengikat, sesuai ketentuan pasal 75 ayat 2 tatib (tata tertib) DPRD Pematangsiantar. Hasil dari sidang paripurna itu, diyakini pengunjung sidang, nantinya akan membuat “kekuasaan” Ir RE Siahaan akan berakhir.

Minggu, 21 Juni 2009

MA Setuju Walikota Siantar di Pecat

MA Setuju Walikota Siantar di “Pecat”

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar
Meski sangat terlambat, akhirnya Mahkamah Agung (MA) menerbitkan juga hasil eksaminasi (evaluasi), terkait usulan DPRD Kota Pematangsiantar untuk memberhentikan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Informasi itu diperoleh Global dari Penasehat Hukum DPRD Kota Pematangsiantar, Benjamin Girsang SH, Rabu (17/6).
Pada 5 September 2008 yang lalu, DPRD Pematangsiantar melalui sidang paripurna menerbitkan SK nomor 12 Tahun 2008, tentang pemberhentian Ir RE Siahaan dari jabatan Walikota Pematangsiantar dan pemberhentian Drs Imal Raya dari jabatan Wakil Walikota Pematangsiantar.
Kemudian, guna memenuhi ketentuan UU nomor 32 Tahun 2004, dewan mengirim SK nomor 12 Tahun 2008 itu ke MA, untuk dieksaminasi. Hasilnya, menurut Benjamin Girsang, MA setuju kalau Ir RE Siahaan di “pecat” dari jabatan Walikota. Begitu juga dengan Drs Imal Raya Harahap sebagai Wakil Walikota Pematangsiantar. Hasil eksaminasi itu, ditandatangani oleh ketua majelis hakim MA, Paulus Efendi L SH
Sementara, ketika Ketua DPRD Pematangsiantar, Lingga Napitupulu dihubungi melalui ponselnya, membenarkan MA setuju Ir RE Siahaan diberhentikan dari jabatan Walikota dan Drs Imal Raya Harahap dari jabatan Wakil Walikota. Namun, Lingga Napitupulu enggan mengomentari hasil eksaminasi MA tersebut. Selanjutnya, hari ini (Kamis 18/7), direncanakan akan menggelar konfrensi pers, untuk menyampaikan pernyataan resmi, terkait putusan berupa hasil eksaminasi MA.
Sekedar mengingatkan, dewan mengusulkan pemberhentian Ir RE Siahaan dan Drs Imal Raya Harahap, karena dianggap melanggar undang undang (UU). Khususnya undang undang nomor 5 tahun 1999, tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sebelumnya, DPRD Pematangsiantar terlebih dahulu membentuk panitia angket dewan, untuk menyelidiki informasi tentang Walikota dan Wakil Walikota telah melanggar undang undang. Saat itu, kedua “penguasa” di Pematangsiantar itu telah di vonis KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tidak Sehat) melanggar UU nomor 5 tahun 1999.
Pada putusannya, selain menyatakan Walikota dan Wakil Walikota bersalah, KPPU juga menyebut, ada unsur kerugian negara Rp 380 juta lebih, akibat adanya persekongkolan saat menentukan pemenang tender proyek perbaikan bangsal Rumah Sakit Umum (saat ini namanya RSU Dr Djasamen Saragih) Pematangsiantar tahun 2005.
Setelah panitia angket bekerja dan menerbitkan rekomendasi, pada 5 September 2008 yang lalu, DPRD menggelar rapat paripurna dan hasilnya, memberhentikan Ir RE Siahaan dari jabatan Walikota dan Drs Imal Raya Harahap dari jabatan Wakil Walikota. Saat ini, eksaminasi usulan pemberhentian dewan itupun sudah disetujui oleh Mahkamah Agung.

Putusan MA Mutlak dan Harus Dihargai

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Keluarnya hasil uji pendapat Mahkamah Agung (MA) nomor 01 P/KHS/2009 tertanggal 3 MAret 2009 terhadap SK DPRD Kota Pematangsiantar nomor 12 Tahun 2008 tentang usulan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar, harus dihargai semua pihak, termasuk oleh pemerintah pusat.
Demikan pendapat Direktur Eksekutif GoMo (Government Monitoring) M Alinapiah Simbolon SH, kepada Global, Jumat (19/6) di lobbi room Siantar Hotel Pematangsiantar, menyikapi isu sentral di kota setempat tersebut.
Sebagai lembaga peradilan tertinggi serta sebagai salah satu lembaga tinggi negara, putusan MA bersifat mutlak dan berkekuatan hukum. Apalagi, uji pendapat itu merupakan amanat yang diberikan UU nomor 32 Tahun 2004 terhadap MA. Untuk itu, sudah sepantasnya pula lembaga DPRD Kota Pematangsiantar menyikapi putusan MA tersebut, dengan menggelar kembali sidang paripurna.
Selain DPRD, Presiden melalui Mendagri, juga harus taat terhadap putusan yang dikeluarkan MA. Caranya, secepat mungkin memproses usulan pemberhentian Ir RE Siahaan dari jabatan Walikota Pematangsiantar dan Drs Imal Raya dari jabatan Wakil Walikota Pematangsiantar. “Tentunya, proses di Depdagri, setelah dewan kembali menggelar paripurna untuk memintakan pemberhentian”, sebut M Alinapiah Simbolon.
Dijelaskan, didalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, hal mengenai pemberhentian permanent terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah, sudah diatur secara baku. Sehingga, apa yang disampaikan MA dan DPRD Kota Pematangsiantar merupakan hal yang harus ditaati oleh Presiden untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari unsure KKN.
Sementara, Ketua Repdem Kota Pematangsiantar, Henri PK Manurung, malah, dengan terbitnya hasil uji pendapat dari MA itu, ia berharap lembaga penegak hukum untuk lebih serius dalam menuntaskan kasus kasus yang terindikasi kuat melibatkan Walikota Pematangsiantar, Ir RE Siahaan. Hal itu, demi terwujudnya itikat baik penegakan hukum.
Manurutnya, yang menjadi persoalan, sehingga dimintakan uji pendapat ke MA adalah persoalan persekongkolan antara Walikota dan Wakil Walikota dengan salah satu reknan (kontraktor), saat proses tender perbaikan bangsal RSU Dr Djasamen Saragih (dulu RSU) Pematangsiantar tahun 2005 lalu. Bahkan, dalam putusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tidak Sehat), dinyatakan terdapat kerugian negara dan telah diserahkan ke KPK. Oleh KPK, kasus itu diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Sehingga, terkait putusan MA tersebut, Henri Manurung berpendapat, sudah saatnya kasus dugaan korupsi saat tender perbaikan bangsal RSU Dr Djasamen Saragih, segera dituntaskan oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar (Kejari). Begitu juga dengan perkara lain seperti kasus CPNS Gate Siantar dan kasus dugaan korupsi dana bantuan social tahun 2007. Henri Manurung berharap, penyidik tidak menjadikan Ir RE Siahaan menjadi tersangka seumur hidup dalam kasus CPNS Gate Siantar.

Minggu, 14 Juni 2009

Tersangka Perusak Kantor Harian Siantar 24 Jam Bebas Berkeliaran

Pukulan Buat Insan Pers
Tersangka Pengrusakan Kantor Media Bebas Berkeliaran

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar
Tersangka pengrusakan kantor Harian Siantar 24 Jam, Baringin Siahaan yang sempat “menghilang” dari Kota Pematangsiantar, tiba tiba nongol di Jalan Cipto Kota Pematangsiantar, Minggu (14/6). Kemunculan Baringin, membuat insan pers merasa terpukul. Tapi tidak demikian dengan Polresta Pematangsiantar.

Harapan jurnalis (insan pers) di Kota Pematangsiantar sirna seketika, begitu mendapat informasi kalau tersangka pelaku kekerasan terhadap pers muncul di kedai kopi Kok Tung Jalan Cipto. Berbagai spekulasi-pun mencuat. Sejumlah wartawan kembali dirundung perasaan trauma.

Tigor Munthe yang juga Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Persiapan Siantar misalnya. Munthe mengaku kesal dan merasa heran melihat kinerja aparat Polresta Pematangsiantar. Padahal menurutnya, polisi sudah menetapkan tersangka sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang).

Kemunculan Baringin Siahaan, tersangka pengrusakan kantor surat kabar harian Siantar 24 Jam pada 26 Mei 2009 lalu, manaruh rasa curiga AJI Persiapan Siantar terhadap Polresta Pematangsiantar. Bebasnya Baringin berkeliaran, diduga karena Polresta tidak serius. Atau, diduga polisi hanya berani terhadap rakyat kecil, yang tidak memiliki kekuatan apapun. Sehingga, iapun menuding aparat hukum di Pematangsiantar, tidak memiliki kemampuan untuk memproses oknum yang memiliki kekuatan. “Aparat hukum kita tak bergigi, ompong!”, ucap Tigor Munthe.

Kapolresta Pematangsiantar AKBP Andreas Kusmaedi, membantah kalau tersangka sudah ditetapkan sebagai DPO, ketika dikonfirmasi Global, Minggu (14/6). Meskipun di surat kabar Siantar 24 Jam, dengan jelas dikatakan kalau polisi telah menetapkan tersangka masuk ke dalam DPO.

Menurut Andreas Kusmaedi, pemberitaan tentang tersangka DPO di Siantar 24 Jam, merupakan pemberitaan yang salah. Katanya, saat ia dikonfirmasi wartawan Siantar 24 Jam beberapa waktu lalu mengatakan, kalau tersangka akan masuk dalam DPO, jika tersangka sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik.

Bantahan Kapolresta ini sangat disesalkan Wakil Pemred Siantar 24 Jam, Putra Marpaung. Pasalnya, informasi tentang tersangka masuk DPO, langsung diperoleh dari Kapolresta melalui ponsel. Bahkan yang membuat berita tentang tersangka sudah DPO, juga bukan seperti yang disampaikan Kapolresta kepada Global. “Yang konfirmasi saya dan yang buat beritanya juga saya”, sebut Putra Marpaung.

Bila berita yang di terbitkan oleh Siantar 24 Jam, salah, seharusnya Kapolresta membantah berita tersebut. Namun sampai saat ini, Kapolresta tidak ada membantah berita tentang pernyataannya kalau tersangka sudah masuk DPO , ke harian Siantar 24 Jam.

Sementara, kuasa hukum Siantar 24 Jam, Marlas Hutasoit SH mengatakan, tersangka yang sudah masuk ke dalam DPO, tidak lagi harus melalui prosedur pemanggilan. Menurutnya, pernyataan Kapolresta yang mengatakan tersangka telah DPO, ternyata hanya sebatas retorika. Dengan demikian, advokad ini menaruh kecurigaan terhadap polisi, hingga membuat tersangka sulit untuk ditangkap.

Kamis, 11 Juni 2009

Bareskrim Mabes Polri Tinjau Hutan Purba

Bareskrim Polri Prihatin Kondisi Hutan Purba

M Gunawan Purba

Kondisi hutan Purba di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun, semakin memprihatinkan. Hamparan lahan “kosong” terbentang luas. Di sejumlah tempat, terdapat tumpukan gelondongan kayu hutan bekas tebangan. Lekuk jalan buatan, menjadi metode penebangan pohon di hutan Purba.

Gambaran itulah yang muncul dibenak sejumlah wartawan, Selasa (9/6), saat mengikuti rombongan tim Bareskrim Mabes Polri menelusuri keberadaan hutan Purba. Tim Bareskrim Mabes Polri dipimpin Direktur V Tipiter, Kombes Pol H Masdu SH, persisnya meninjau hutan Purba yang terletak di Dusun Sinar Pardomuan Nagori Pematang Purba Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Dalam penelusuran itu, sejumlah truk yang digunakan sebagai alat angkut gelondongan kayu, sempat diberhentikan tim Bareskrim Mabes Polri. Dari sopir truk diketahui, kalau mereka bekerja atas perintah marga Manulang, penduduk Kabanjahe Kabupaten Karo. Selanjutnya, polisi itupun meminta identitas (KTP) salah seorang sopir truk tersebut.

Selanjutnya, sesuai petunjuk petugas Dinas Kehutanan Pemkab Simalungun dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Sub Pemetaan Hutan, tim Bareskrim Mabes Polri terus bergerak menuju titik kordinat. Jalan buatan yang berdebu, bergelombang dan terjal, tidak menjadi penghalang bagi tim Bareskrim. Akhirnya tim, sampai juga ke tempat yang dituju (titik kordinat).

Saat berada di lokasi titik kordinat, Kombes Pol H Masdu SH meminta keterangan dari Kepala Dusun Sinar Pardomuan, Birson Sinaga. Katanya, hutan yang dalam posisi “gundul” itu merupakan milik masyarakat dan diberikan kuasa kepada pemegang IPKTM (Izin Pemanfaatan Kayu pada Tanah Milik) Sahat Purba. Masa berlaku IPKTM atas nama Sahat Purba tersebut, akan berakhir beberapa hari lagi (15 Juni 2009). “Yang saya tahu pak, masa berlaku IPKTM akan berakhir empat hari lagi pak”, sebut Birson Sinaga.

Mendengar penjelasan dari Kepala Dusun dan setelah melihat langsung kondisi hutan Purba, Kombes H Masdu SH, memerintahkan anggotanya untuk melakukan penyelidikan terhadap warga yang mengklaim, kalau lahan hutan yang ada di Dusun Sinar Bintang milik mereka. Yang selanjutnya, oleh warga yang mengklaim lahan hutan itu miliknya, memberi kuasa kepada Sahat Purba, untuk mendapat IPKTM dari Bupati Simalungun.

Kombes Masdu semakin prihatin terhadap kondisi hutan Purba, setelah menyaksikan batas (patok) untuk lahan IPKTM tidak jelas. Sebab, antara batas hutan yang katanya milik rakyat, dengan hutan alam hanya berjarak beberapa meter saja. Hal itu katanya, rawan akan disalahgunakan.

Masih dilokasi kawasan hutan Purba, kepada tim Bareskrim Mabes Polri, Rahman dari Dinas Kehutanan Pemkab Simalungun, mengatakan luas lahan untuk IPKTM 21,5 hektar. Selanjutnya, Rahman membantah kalau penebangan dilakukan di kemiringan. Ia juga membantah, kalau kayu (pohon) yang ditebang tidak memenuhi persyaratan volume ataupun jenis kayu. “Kami sudah bebrapa kali mencek pak, namun tidak menemukan penebangan diareal kemiringan, serta jenis kayu setelah disidik sesuai dengan IPKTM,” ucap Rahman kepada petugas Bareskrim Mabes Polri.

Kepada sejumlah wartawan, Kombes Pol Masdu Sh mengatakan, akan mempelajari terlebih dahulu, sejauh mana keabsahan penggunaan IPKTM dengan dasar Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Simalungun. Ia prihatin melihat hutan Purba, apalagi mengingat program pemerintah pusat yang sedang giat menggalakkan penghijauan, dengan melakukan program penanaman sejuta pohon dan bukan melakukan penebangan. “Yang saya tahu, peraturan pemerintah sudah melarang penerbitan IPK. (Izin Pemanfaatan Kayu). Kalau IPKTM, nanti kita pelajari dulu”, ucap Kombes Pol H Masdu SH.

Minggu, 07 Juni 2009

Independensi PNS di Siantar Simalungun Diragukan

Barindo Sumut Dukung SBY – Boediono
Independensi PNS di Siantar Simalungun Diragukan

M Gunawan Purba


Ratusan massa Barindo se Sumatera Utara (Sumut) penuhi Lapangan Haji Adam Amlik Kota Pematangsiantar, Minggu (7/6). Kehadiran Barindo disana, untuk mendukung dan memenangkan pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan cawapres Boediono, pada pilpres (pemilihan presiden) nanti. Dukungan dikemas dalam bentuk deklarasi.

Diantara ratusan massa Barindo (Barisan Indoensia) pendukung SBY-Boediono tersebut, sebagian diantaranya merupakan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun. Bahkan, tidak sedikit merupakan pejabat eselon dua dan tiga dipemerintahan kedua daerah. Diantaranya, ada yang menjabat Kepala Dinas, Kepala Badan maupun Kepala Bagian dan Camat.

Keberadaan PNS Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun itu, memunculkan komentar tak sedap dari beberapa komponen masyarakat yang tidak ingin menyebut identitasnya. Mereka meragukan independensi PNS yang bergabung di Barindo, dalam Pilpres mendatang.

Anggota KPU Kota Pematangsiangar, Batara Manurung ketika diminta pendapatnya mengatakan, PNS menjadi anggota Barindo tidak menjadi masalah. Hanya saja, ketika PNS tersebut terlibat aksi mendukung salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), hal itu tidak diperbolehkan dan melanggar aturan perundang-undangan. Sebab, didalam undang undang, jelas disebutkan kalau PNS tidak boleh memihak salah satu pasangan calon manapun.

Ketika hal ini coba dipertanyakan kepada Ketua Panwaslu Kota Pematangsiantar, Darwan Saragih melalui layanan SMS, sama sekali belum menanggapi. SMS yang dikirim, tidak direspon. Begitu juga dengan anggota Panwaslu lainnya Fetra Tumanggor.

Sedangkan konfirmasi SMS yang dikirim kepada Ketua Barindo Sumatera Utara, Drs Zulkarnain Damanik MM, yang juga Bupati Simalungun, terdapat tanda kalau konfirmasi SMS yang dikirim tertunda pengirimannya.
Sementara, Kabag Humas Pemkab Simalungun, Simeso Hia berpendapat, oknum PNS yang ada di Barindo merupakan individualnya, bukan karena PNSnya. Sehingga menurutnya, perlu dipisahkan antara pribadi seseorang dengan jabatan PNSnya.

Lebih lanjut dikatakan Simeso Hia, dukungan oknum PNS yang ada di Barindo terhadap pasangan capres SBY dan cawapres Boediono, diberikan secara pribadi. Sehingga oknum PNS yang bergabung di Barindo, tidak masalah mendukung SBY dan Boediono melalui oragnisasinya di Barindo.


Pematangsiantar, 7 Juni 2009

Sabtu, 06 Juni 2009

Jalan Lintas Siantar Medan Rusak

Ancaman Buat Pengguna Jalan

Kondisi Jalan Lintas Siantar - Medan Rusak



M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar

Jalan lintas Sumatera (Jalinsum) di Kota Pematangsiantar, persisnya yang berada di Jalan Medan, kondisinya rusak parah. Belum ada tanda tanda akan dilakukan perbaikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Meski kondisi itu mengancam keselamatan para pengguna jalan tersebut.

Kerusakan di Jalan Medan itu, tidak berada di satu titik, melainkan berpencar di sejumlah titik kerusakan. Sesuai pantauan Global, Kamis (4/6), kerusakan terjadi dibagian pinggir badan jalan. Bahkan, diantara panjang badan jalan, sudah ada yang “hancur”. Kerusakan semakin kelihatan bertambah parah, dengan keberadaan sejumlah lubang di badan jalan.

Lebar lubang dibadan jalan, diperkirakan ada yang 1,5 meter dengan panjang sekitar 3 sampai 4 meter. Tentunya hal itu, sangat memerlukan perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jalan yang berlubang tersebut, sebagian ada yang disebabkan oleh lapisan aspal (hotmix) yang terkelupas. Akibat dari aspal yang terkelupas, membuat bebatuan dan pasir berserakan di badan jalan tersebut.

Warga sekitar, Robinson Simanjuntak (24), mengatakan kalau kerusakan dijalan lintas Siantar - Medan itu telah lama terjadi. Selama itu pula, belum ada diketahuinya, ada dilakukan perbaikan oleh pemerintah. Baik perbaikan berupa tindakan menutup lubang yang menganga, maupun perbaikan secara menyeluruh.

Katakannya, hal itu akan mengancam keselamatan pengguna jalan. Terutama pengendara roda dua dan roda empat. “Jalan ini tergolong ramai, bahkan tidak jarang ada masyarakat yang lewat dengan berjalan kaki dari pinggiran badan jalan”, tambahnya.

Pria yang berpofesi sebagai buruh perusahaan menjelaskan, kalau setiap harinya di Jalan Medan, arus lalu lintas selalu padat. Tidak jarang, diantara kendaraan yang ada, berlomba saling mendahului. Bahkan hal itu kerap terjadi, ketika dari arah yang berlawanan, juga melakukan hal yang sama.

Sehingga, tidak jarang pula terlihat, akibat aksi saling mendahului itu, salah satu kendaraan yang sedang menyalip, harus melalui jalan yang rusak maupun berlubang. Apalagi, bila malam hari, ancaman buat pengendara akan semakin tinggi. Mengingat, penerangan yang juga kurang memadai.

Robinson Simanjuntak tidak pulah memungkiri kalau dahulu, tahunnya ia tidak ingat, kalau di Jalan Medan itu pernah ada dilakukan perbaikan oleh Pemerintah Provinsi. Namun perbaikan itu hanya menambal sejumlah lubang yang ada. Namun, karena penambalan sudah berlangsung lama, saat ini lubang yang ditambal itu sudah kembali menganga. “Kita berharap agar pemerintah segera melakukan perbaikan, jangan sampai kerusakan semakin parah”, pintanya.

Sedangkan sopir angkutan kota yang setiap harinya melintas di Jalan Medan, R Situmeang mengatakan hal yang hampir senada dengan Robinson Simanjuntak. Baginya, kerusakan di Jalan Medan sudah memasuki tingkat membahayakan, sehingga membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Namun Situmeang menduga, kerusakan dipinggiran Jalan Medan akibat adanya galian kabel telepon beberapa waktu lalu

Kamis, 28 Mei 2009

Baringin Siahaan Cs Resmi Diadukan ke Polresta

Serang Harian Siantar 24 Jam
Baringin Siahaan Cs Resmi Diadukan ke Polresta

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Resmi sudah Harian Siantar 24 Jam melaporkan aksi premanisme yang dilakukan Baringin Siahaan cs, ke Polresta Pematangsiantar. Laporan pengaduan disampaikan Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred), Kumala Putra Jaya Marpaung, Rabu sore (27/5).

Pengaduan diterima anggota Briptu VF Butar Butar di ruangan SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian). Saat mengadu, Putra Marpaung membawa 4 orang saksi mendampinginya. Saksi itu terdiri dari Fandho Girsang (Wartawan Siantar 24 Jam), Rencana Siregar (Manager Sirkulasi), Gunawan Siregar (Staf Pemasaran) dan Dedi (Staf Pemasaran).

Kepada Briptu VF Butar Butar, dengan lugas keempat saksi menjelaskan aksi premanisme yang dilakukan Baringin Siahaan cs. Saat diminta keterangan, Fandho Girsang mengatakan, sekitar jam 19.30 WIB Baringin Siahaan mendatangi kantor tempatnya bekerja. Begitu sampai, preman tersebut langsung marah marah. Meski Fandho tetap berlaku simpati kepada preman tersebut.

“Kalian bisa menghabisi orang melalui koran. Tapi kalian juga bisa kuhabisi. Kubunuh kalian, kenapa rupanya. Aku enggak takut masuk penjara.”, ujar Fandho Girsang meniru ucapan Baringin Siahaan, ketika memberi keterangan di SPK Polresta Pematangsiantar.

Tidak lama kemudian, Baringin Siahaan-pun menghadirkan rekan rekannya sesama preman lainnya ke kantor surat kabar lokal tersebut. Ada sekitar 6 orang preman yang hadir saat itu. Dengan jumlah lebih banyak, preman-preman itupun semkain bringas. Kursi plastik yang ada dikantor itu dibantingkan ke meja. Akibatnya, kursi plastik itupun pecah.

Sambil berbuat onar, Baringin Siahaan mengatakan dirinya tidak senang dengan pemberitaan Harian Siantar 24 Jam, yang selalu mengkritisi keberadaan Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dan juga Ketua DPC Partai Demokrat setempat. Pada hari kejadian itu, Harian Siantar 24 Jam memang ada menampilkan berita tentang Ir RE Siahaan. Di headline-nya, hari itu Harian Siantar 24 Jam memuat judul berita Copot RE Siahaan.

Korlip (Kordinator Liputan) Harian Siantar 24 Jam, Imran Nasution dengan tegas meminta Polresta Pematangsiantar untuk mengusut tuntas kasus penyerangan kantornya. Ia berharap, polisi tidak lagi ragu menangkap Baringin Siahaan cs. Sebab, tindakan mereka (Baringin Siahaan cs) sudah membuat keberadaan jurnalis di Pematangsiantar semakin terancam.

Jika polisi tidak juga menangkap pelaku kekerasan terhadap pers, dikhawatirkan kejadian serupa akan terulang kembali dimasa yang akan datang. “Jangan hanya Kapolri yang ngomong untuk memberantas preman. Tapi di Siantar, preman masih juga leluasa berbuat kekerasan”, sebut Imran Nasution.

Kemudian, Imran Nasution juga mendesak polisi untuk menerapkan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, selain pasal 335 dan pasal 406 KUH Pidana. Karena, saat kantor Siantar 24 Jam dibuat kacau, sejumlah wartawan dan redaktur sedang menjalankan tugasnya membuat dan mengedit berita. Bahkan ada wartawati yang trauma melihat kebringasan aksi Baringin Siahaan cs pada malam hari itu.


Pematangsiantar, 28 Mei 2009

Rabu, 27 Mei 2009

Kekerasan Pers Kembali Terulang di Siantar

Preman Serang Kantor Harian Siantar 24 Jam

Nama Ir RE Siahaan Disebut-sebut

M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar

Kekerasan terhadap pers semakin mengkhawatirkan di Kota Pematangsiantar. Setelah sejumlah pengaduan “kekerasan” terhadap pers di adukan ke polisi, Selasa (26/5), kantor surat kabar harian Siantar 24 Jam diserang segerombolan preman. Nama Ir RE Siahaan-pun disebut sebut.

Malam sekitar pukul 19.55 WIB, BS mendatangi kantor harian Siantar 24 Jam di Jalan Sriwijaya Kelurahan Melayu Kecamatan Siantar Utara Kota Pematangsiantar. Kehadiran BS, bukan untuk berbuat baik, melainkan mengintervensi kinerja kru harian Siantar 24 Jam.

BS merasa tidak senang dengan pemberitaan media lokal tersebut, karena selalu menyoroti kinerja Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan, yang juga Ketua DPC Partai Demokrat. Selanjutnya BS-pun sempat mempertanyakan hal yang membuat jurnalis di Siantar 24 Jam selalu mengkritisi Ir RE Siahaan.

Oleh Fandho Girsang, saat itu menjawab kalau wartawan Siantar 24 Jam selalu bekerja sesuai fakta yang ada dilapangan. Bukan karena unsur intervensi atau pesanan dari pihak pihak tertentu, seperti yang dituduhkan BS kepada Siantar 24 Jam. Selanjutnya, BS beradu argumentasi dengan Rencana Siregar, selaku kepala sirkulasi di Siantar 24 Jam.

Mendengar jawaban Rencana Siregar, BS merasa keberatan dan menghubungi teman temannya melalui ponselnya. Seketika, segerombolan massa panggilan BS-pun tiba di Jalan Sriwijaya dengan wajahnya yang sangar.

Melihat segerombolan temannya sudah berada di lokasi, BS-pun semakin arogan melakukan intervensi terhadap sejumlah kru Siantar 24 Jam, yang malam itu sedang mengurusi pemberitaan untuk hari ini. Karena merasa intervensinya tidak berhasil, BS-pun marah dan sempat memukul meja yang ada di kantor itu. Bahkan aksi saling kejar dengan Rencana Siregar-pun sempat terjadi.

Bahkan, sejumlah wartawan yang ada dikantor tersebut saat itu, tidak luput dari ancaman BS dan rekan premannya yang lain. Ditengah rasa takut sejumlah wartawan Siantar 24 Jam, membuat rasa takut semakin menghantui mereka. Saat itu BS mengancam akan membunuh wartawan Siantar 24 Jam. Hal itu mebuat dua wartawati yang ada menjadi trauma.

Tidak berapa lama kemudian, warga sekitar Jalan Sriwijaya-pun mengetahui ada keributan di kantor Siantar 24 Jam. Kehadiran warga itu, ternyata membuat ciut nyali segerombolan preman yang sedang menyerang itu. Preman preman itupun kabur meninggalkan kantor Siantar 24 Jam. Meski telah pergi, tetap saja aksi yang dilakukan BS dan sekitar 10 orang rekannya itu, membuat kebebasan pers di Kota Pematangsiantar menjadi sangat terancam.

Aksi menyerang kantor media itu, mendapat kecaman dan kutukan dari Tigor Munthe kordinator AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Persiapan Kota Pematangsiantar. Tigor meminta Polresta menangkap seluruh pelaku penyerangan kantor Siantar 24 Jam. Sebab, kekerasan pers bukan delik aduan, yang harus diadukan terlebih dahulu.

Kemudian, Tigor juga menduga, keberanian preman menyerang pers, tidak terlepas dari sikap kepolisian yang terkesan tidak tegas terhadap tersangka kekerasan pers. Dari sekian tersangka yang diadukan ke Polresta Pematangsiantar, sampai saat ini masih bebas berkeliaran.

Senin, 25 Mei 2009

Giliran Siantar Diserang DBD

Setelah Simalungun
Giliran Siantar Diserang DBD

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Lagi lagi demam berdarah dengue (DBD) merambah ke berbagai wilayah. Setelah Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun, kini giliran Kota Pematangsiantar di “serangnya”. Persisnya di Jalan Bola Kaki, Kelurahan Banjar Kecamatan Siantar Barat.

Di Jalan Bola Kaki itu, seorang balita meninggal dunia, Sabtu (23/5), akibat serangan DBD. Korban itu adalah Dea Anggi Pratiwi (4,5). Korban meninggal setelah mendapat perawatan serius di rumah sakit Herna Medan. Bahkan, sebelum dibawa ke Medan, korban terlebih dahulu dirawat di rumah sakit Suaka Insan Pematangsiantar.

Ibunda korban, Sri Muliani mengaku kalau dirinya tidak mengetahui kalau anaknya (korban), dijangkiti penyakit demam berdarah. Namun setelah diberi obat penurun panas, suhu tubuh Dea Pratiwi tidak juga normal, Sri Muliani-pun membawa korban ke rumah sakit Suaka Insan. Meski awalnya, ibunda korban menduga kalau anaknya terkena penyakit typus. Karena tidak ada tanda bercak merah di tubuh korban saat itu.

Dari rumah sakit Suaka Insan itulah, akhirnya diketahui kalau anaknya itu positif DBD dan dikuatkan oleh pihak medis rumah sakit Herna Medan, beberapa hari kemudian. Sedihnya, setelah menjalani perawatan secara medis, korban yang lagi linca lincanya itu, harus direlakan pergi untuk selamanya oleh keluarga. Korban meninggal di rumah sakit Herna, Medan karena penyakit DBD.

Kasiran, kakek korban, saat berbicara kepada wartawan, tampak merasa kecewa dengan pemerintah setempat. “Permasalahan DBD sudah disampaikan ke pihak kelurahan. Tapi tetap saja tidak ada tindak lanjutnya”, ucap Kasiran. Hal yang membuat hati Kasiran terasa miris, Pemko Pematangsiantar (Dinas Kesehatan), baru melakukan foging setelah cucunya menjadi korban. “Apa setelah ada korban jiwa, baru dilakukan pembasmian”, ketus Kasiran, kesal.

Sementara, Kasi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular di Dinas Kesehatan Pematangsiantar, Esriani Saragih, ketika ditemui Senin (25/5) diruangan kerjanya mengakui kalau saat ini di Kota Pematangsiantar terdapat 10 kasus (penderita) demam berdarah, dengan catatan minus kasus yang terdapat di Kelurahan Banjar.

Kasus itu terdapat di Kelurahan Sigulang Gulang 4 kasus, di Kelurahan Kebun Sayur 3 kasus dan masing masing satu kasus terdapat disejumlah kelurahan lainnya di Kota Pematangsiantar. Data yang dimiliki Dinas Kesehatan itu, terdaftar hanya sampai tanggal 16 Mei 2009 yang lalu. “Untuk Kelurahan Banjar, Dinkes (Dinas Kesehatan) sudah mendapatkan informasi dan foging telah dilakukan”, sebut Esriani Saragih.

Katanya, untuk melakukan foging, Dinas Kesehatan memiliki standart khusus (prosedur). Terlebih dahulu, Dinas Kesehatan mencari tahu kebenaran dari DBD di suatu daerah. Jika positif terdapat DBD, berdasarkan informasi dari rumah sakit, selanjutnya Dinas Kesehatan akan melakukan penyelidikan epidimeologi di daerah yang dimaksud. Penyelidikan dilakukan selama 2 pekan dan jika kembali korban meninggal bertambah, barulah Dinas Kesehatan melakukan foging (pengasapan).

Hutan Purba Kian Merana

Hutan Purba Kian Merana
Ratusan Hektare Hangus Terbakar

M Gunawan Purba
Global Simalungun

Nasib hutan Purba di Kabupaten Simalungun semakin merana. Setelah “digunduli” secara resmi berlandaskan IPKTM (Izin Pemanfaatan Kayu pada Tanah Milik) dari penguasa. Minggu (24/5) giliran hutan pinus di Nagori Sigung-Gung Kecamatan Haranggaol Horizon, ditimpa musibah kebakaran. Diperkirakan, luas hutan yang terbakar mencapai ratusan hektar.

Hari Minggu kemarin, cuaca di perbukitan Haranggaol Horizon (lokasi hutan terbakar/masih kawasan hutan Purba) tergolong cukup panas ditambah angin berhembus lumayan kencang. Sehingga memudahkan sulutan api menyambar kesana kemari, ketika salah seorang petani sedang membakar sampah ilalang yang ditumpuknya. Petani itu disebut sebut AP.

Jansen Purba (56), warga sekitar mengatakan, kebakaran hutan membuat masyarakat bingung. Karena tidak tahu harus berbuat apa. Kobaran api menyambar kesana kemari, hingga diperkirakan luas hutan yang terbakar mencapai 220 hektar. Luas yang terbakar itu, termasuk kasawan hutan yang terbakar di Dusun Silumbak pada nagori yang sama. Apalagi, saat kebakaran terjadi, masyarakat sibuk dengan aktivitasnya masing masing. “Bagaimana kami bisa memadamkan api. Lokasinya berbukit dan terjal”, sebut Jansen Purba, Senin (25/5).

Katanya, kebakaran terjadi sekitar pukul 15.00 Wib. Diduga berawal ketika AP, sedang membakar sampah ilalang di perladangannya. Selanjutnya, api yang membakar sampah itu merambah ketempat lain dan kemudian membakar kawasan hutan. “Api mudah merembet, karena saat ini musim kemarau. Sudah dua bulan tidak turun hujan”, katanya.

Uniknya, warga semula menduga kebakaran hutan itu merupakan hal yang biasa. Sehingga, saat mengetahui api sudah menyala, warga belum begitu peduli. Karena pembakaran hutan, bukan hal yang langkah di Haranggaol Horizon. Akibatnya, apipun dengan mudah merembet ke tempat lainnya.

Sedangkan warga lainnya, L Haloho (49), mengaku sempat merasa cemas dengan kebakaran hutan tersebut. Sebab, tempat tinggalnya persis berada dibawah bukit yang hutannya sedang terbakar. Haloho semakin takut, ketika angin-pun bertiup lumayan kencang. Sementara warga tidak ada yang berupaya memadamkan api.

Melihat kondisi kebakaran semakin parah, selanjutnya Haloho-pun mengadukan hal kebakaran itu kepada Ketua RT setempat, dilanjutkan pengaduan ke Kepala Nagori dan ke Camat Haranggaol Horizon.

Atas dasar pengaduan itu, Pemadam kebakaran milik Pemkab Simalungun, Polres Simalungun dan Kodim 0207/Simalungun turun kelokasi, melakukan upaya pemadaman api. Bahkan, kehadiran pemadam kebakaran, terkesan tidak berguna. Karena kondisi georgrafis lahan yang terbakar cukup terjal. Meski akhirnya berhasil dijinakkan.

Ditempat terpisah, Kadis Kehutanan Pemkab Simalungun Amran Sinaga kepada wartawan, membenarkan kebakaran hutan yang terjadi Minggu (24/5). Katanya, Dinas Kehutanan sudah meninjau hutan yang terbakar.

Mengenai kerugian yang timbul akibat kebakaran tersebut, Amran Sinaga belum dapat diketahui. Menurutnya, hutan pinus yang terbakar mencapai 132 hektar dan 110 hektar lahan yang terbakar merupakan hutan rakyat. Camat Purba, Sari Muda Purab mengatakan, untuk sementara belum ada ditemukan korban jiwa akibat kebakaran tersebut.

Sementara Kabag Humas Polres Simalungun, Kompol Mansyur mengatakan, polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait, kebakaran hutan di Haranggaol Horizon. Untuk sementara, polisi katanya telah menetapkan AP sebagai tersangka. Meski sampai saat ini, tersangka belum berhasil ditemukan.

Jumat, 22 Mei 2009

Demam Berdarah di Panei

Panei “Diserang” DBD, Satu Korban Meninggal

M Gunawan Purba
Global Simalungun

Penyakit menular Demam Berdarah Dengue (DBD) “serang” Nagori Gur Gur Sawa I Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun. Dalam satu pekan ini saja, 3 korban di deteksi terjangkit penyakit berbahaya tersebut. Bahkan satu diantaranya meninggal dunia akibat ganasnya DBD itu.

Joner Simanjuntak, pria berusia 58 tahun ini korban meninggal dunia, setelah di vonis dokter rumah sakit Harapan Kota Pematangsiantar, menderita penyakit DBD. Simanjuntak menghembuskan nafas terakhirnya, Kamis (21/5) setelah dirawat di rumah sakit Elisabet Medan beberapa hari yang lalu. Korban di bawa ke rumah tempatnya tinggal di Nagori Gur Gur Sawa I, Jumat (22/5).

Informasi yang dihimpun wartawan, Jumat (22/5) dari warga setempat menyebutkan, penderita yang “diserang” DBD semakin bertambah di Nagori Gur Gur Sawa I. Jika kemarin Joner Simanjuntak salah satu korban yang telah meninggal dunia, saat ini dua warga juga sedang menjalani perawatan akibat penyakit DBD di rumah sakit umum (RSU) Dr Djasamen Saragih Pematangsiantar. Mereka adalah dua bersaudara Ritwati Br Purba (15) dan Nova Br Purba (13).

F Siburian salah seorang warga menilai, semakin bertambahnya jumlah penderita Demam Berdarah Dengue di Nagori (Desa) mereka, tidak terlepas dari kurang tanggapnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun terhadap bahaya DBD. Padahal, kekhawatiran warga akan bahaya DBD telah disampaikan kepada Pemkab Simalungun Pangulu Nagori dan Dinas Kesehatan Simalungun.

Hal lain yang membuat warga kecewa, warga sudah pernah menghubungi aparat pemerintahan agar mengantisipasi perkembangan bibit nyamuk Demam Berdarah (Aidest Aigyti), setelah diketahui ada korban, Namun hal itu, tidak juga dilakukan pemerintah. “Kini warga semakin khawatir”, ujar Siburian. Keiinginan warga itu, disampaikan langsung kepada Pangulu (Kepala Nagori/Desa) dan seorang bidan di desa tersebut.

Menurut Siburian, korban Joner Simanjuntak diketahui menderita DBD sekitar dua belas hari yang lalu. Karena di rumah sakit Pematangsiantar dianggap tidak sanggup, sehingga Joner Simanjuntak dipindah ke rumah sakit Elisabet Medan. “Sayang, tuhan berkehendak lain. Demam berdarah yang dideritanya, mengakhiri hidupnya”, sebut Siburian yang dikenal sebagai tokoh masyarakat di Nagori Gur Gur Sawa I. Siburian sangat berharap, agar di Nagorinya dilakukan foging oleh Dinas Kesehatan Simalungun, agar jumlah penderita tidak semakin bertambah.

Sementara, saat ini katanya, dua warga Nagori Gur Gur Sawa I, juga sedang “berjuang melawan” ganasnya penyakit DBD. Keduanya sedang menjalani perawatan di RSU Dr Djasamen Saragih Pematangsiantar. Salah seorang pegawai RSU Dr Djasamen Saragih, membenarkan kalau Ritwaty Br Purba dan Nova Br Purba sedang dirawat di rumah sakit tempatnya bekerja, diduga karena sakit DBD.

Ada Wartawan Jadi Binaan Pejabat

Menjadi Binaan SKPD

Independensi Wartawan Siantar Diragukan

M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar

Berbagai cara dilakukan untuk membungkam jiwa kritis wartawan. Mulai dari pendekatan secara kekerabatan, kekerasan dan sampai kepada hal “membeli” oknum si wartawan itu sendiri. Yang terpenting bagi “penguasa”, bagaimana seorang wartawan tidak lagi menyoroti kinerjanya yang bermasalah.

Misalnya saja di Kota Pematangsiantar, tanpa malu dan merasa bersalah “penguasanya membeli” harga diri sejumlah wartawan. Anehnya, sebagian wartawan itu tidak pula merasa terhina. Malah yang tampak dari mereka adalah hal sebaliknya. Sebagian ada yang merasa bangga, bisa menjadi “peliharaan” pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

Parahnya lagi, surat mengenai sejumlah wartawan menjadi binaan pimpinan SKPD, daftarnya dikeluarkan oleh lembaga pemerintah, yang sering berhubungan dengan wartawan (insan pers). Dari daftar yang dikeluarkan itu, setiap SKPD yang ada di Kota Pematangsiantar, membina 2 atau 3 wartawan. Meski ada juga yang membina seorang wartawan. Umumnya wartawan yang “dipelihara” itu, biasanya beraktivitas di lingkungan Pemko Pematangsiantar.

Kordinator AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Persiapan Kota Pematangsiantar, Tigor Munthe, Selasa (19/5) memastikan calon anggota AJI untuk Kota Pematangsiantar, tidak ada yang terdaftar menjadi binaan SKPD. Sehingga, iapun merasa yakin dengan rencana pembentukan AJI di Pematangsiantar. “Calon anggota AJI tidak ada yang terlibat”, sebutnya.

Sedangkan sikap AJI Persiapan Kota Pematangsiantar terkait adanya sejumlah wartawan menjadi binaan SKPD, merasa kecewa dengan ulah “penguasa” di Pematangsiantar. Baginya, tindakan seperti itu sama dengan bentuk pembungkaman terhadap kekritisan pers. Meski dengan alasan pembinaan sekalipun, seharusnya hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah.

Dengan terdaftarnya sejumlah wartawan menjadi ”warga” binaan SKPD, tentu membuat independensi sejumlah wartawan itu diragukan. Termasuk wartawan yang dibina itu, patut pula diragukan bisa menjalankan fungsi kontrol sosialnya terhadap pemerintah. “Sangat disayangkan, kenapa wartawan mau menjadi binaan. Padahal pers itu merupakan kekuatan keempat untuk menegakkan demokrasi di negeri ini. Sedih kita melihat hal ini”, sebut Tigor Munthe.

Selasa, 19 Mei 2009

Jatah Beras Orang Miskin Antara Tidak Dapat dan Berulat

Jatah Beras Orang Miskina

Antara Tidak Dapat dan Berulat

M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar

Orang miskin di Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar merasa semakin menderita. Jatah raskin (beras miskin) yang mereka harap, tidak bisa mereka peroleh. Ada 60 Kepala Keluarga (KK) mengaku tidak mendapat, saat pembagian berlangsung di kelurahan, Senin (6/4).

Sedangkan kelompok miskin yang mendapat, tetap saja merasa derita mereka tidak juga berkurang. Malah ada yang mengaku, derita yang mereka alami semakin bertambah. Beras jatah yang dibagi pihak kelurahan berulat, berdebuh dan berkutu, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. “Memang kami orang miskin. Tapi, apakah kami harus memakan beras berkutu, berdebuh dan berulat. Sedih kali nasib ini”, keluh salah seorang warga miskin.

Tumpal Marpaung, mengaku sebagai orang miskin yang tidak mendapat jatah raskin di tahun 2009 ini. Padahal, ditahun 2008 lalu, Marpaung masih memperolehnya. Bahkan ia masih mendapat jatah bantuan langsung tunai (BLT) beberapa hari lalu.

Saat pembagian raskin kemarin, Tumpal merasa keadilan telah tersisih. Ia bersama 59 KK warga miskin lainya-pun protes. Dengan tetap bertahan di kantor Lurah Kebun Sayur. Mereka tetap berharap mendapat jatah raskin. “Bagaimanalah bang, kami ini benar benar susah”, ungkapnya.

Tumpal Marpaung mengaku sudah mempertanyakan kebijakan Lurah Kebun Sayur, Trimo Toraja, yang terkesan pilih kasih, dengan menghilangkan jatah 60 KK warga miskin. Pasalnya, ditahun 2009 ada 407 KK yang mendapat jatah raskin. Sedangkan untuk pembagian kemarin, hanya 347 KK yang mendapat. Apalagi, tidak terdaftarnya kembali 60 KK sebagai penerima jatah raskin, dilakukan tanpa ada pemberitahuan kepada mereka.

Sedangkan Agus Nainggolan mengaku sangat terpukul, setelah tahu dirinya tidak lagi terdaftar sebagai penerima jatah raskin. Ketidakadilan yang ia rasakan semakin ia rasakan, ketika melihat sebagian penerima raskin terdiri dari orang orang yang mampu. Seperti warga yang memiliki rumah sendiri dan kontrakan, ia katakan ada yang mendapat jatah raskin. Ada juga yang memiliki mobil dan sepeda motor, tetap mendapatkan hyak untuk orang miskin tersebut. “Bagaimana tidak sedih. Yang mampu untuk makan malah diberikan. Tapi kami yang tidak mampu, malah tidak diberikan raskin”, ucap Agus Nainggolan, piluh.

Dari pantauan Global di kantor Lurah Kebun Sayur, tampak Mega br Sitimorang menunjukkan raskin yang ia peroleh berulat, banyak debunya dan berkutu. Ibu berkulit sawo matang ini, tampak sangat kesal mendapati beras yang ia beli seharga Rp 27 ribu untuk ukuran 15 kg, dalam kondisi tidak layak untuk dikonsumsi.

Rabu, 13 Mei 2009

Dua Warga Siantar Tewas Dihakimi Massa


Curiga Berujung Maut
Dua Warga Siantar Tewas Dihakimi Massa

M Gunawan Purba
Global Simalungun
Dua warga Kota Pematangsiantar menjadi korban keganasan warga Nagori Marihat Raja Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun, Selasa malam (12/5), sekitar jam 21.00 WIB. Akibat rasa curiga dan arogansi warga yang berlebihan, kedua korbanpun tewas “dihakimi” massa Nagori Marihat Raja tersebut.
Korban Indra Kusuma Pohan (39) penduduk Jalan Dalil Tani Kelurahan Tomuan Kecamatan Siantar Timur dan Hendra Sipayung alias Aleng (35) penduduk Jalan Sipiso-Piso Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur.
Kapolsek Tiga Dolok AKP Supriono ketika dikonfirmasi Rabu (13/5) mengatakan, korban berada di Nagori Marihat atas undangan rekan mereka Lisda Br Nainggolan. Karena diundang untuk sebuah acara resepsi “kecil kecilan”. Tanpa berpikir panjang, kedua korban dan satu lagi teman mereka yang lolos dari amukan “maut” warga, Romauli Br Sidabutar, berangkat menuju rumah Lisda Br Nainggolan.
Naas bagi kedua korban, “masuk” Nagori Marihat Raja bias namun “keluar” tidak bias. Saat mengendarai sepeda motor menuju pulang, di tengah jalan, mereka dihadang ratusan massa yang terdiri dari warga sekitar. Merasa tidak ada melakukan kesalahan apapun, korban-pun menghentikan laju sepeda motornya. Dasar lagi apes, begitu turun dari sepeda motor, kedua korban langsung dihujani pukulan mentah. Aksi main “hakim” sendiri tanpa tahu kebenaran peristiwa yang dilakukan warga Nagori Marihat Raja, tidak mengenal rasa kasihan. Kedua korban tewas di tempat kejadian perkara (TKP).
Polisi berhasil mengetahui peristiwa penganiayaan secara missal itu, setelah mendapat laporan dari salah seorang warga setempat juga. Saat itu, warga tersebut mendatangi Polsek Tiga Dolok dan memberitahukan peristiwa penganiayaan yang ia lihat. Tanpa berpikir panjang, Kapolsek Tiga Dolok AKP Supriono langsung memerintahkan Kanit Reskrim Aiptu B Hasibuan untuk turun ke TKP.
Bahkan, ketika polisi mencoba untuk menghentikan amukan massa, sempat gagal, karena warag yang sudah kerasukan setan itu melarang polisi untuk mengamankan korban. Meski akhirnya, polisi berhasil meyakinkan warga dan berhasil menyelamatkan wanita (Romauli Br Sidabutar) rekan korban dari tangan warga. Sedangkan korban saat itu, sudah tidak bernyawa lagi, dibawa ke RSU Dr Djasamen Saragih untuk di visum.
.
22 Warga diduga pelaku Pembantaian Ditangkap

Lebih lanjut AKP Supriono mengatakan, sesuai pengakuan Romauli br Sidabutar yang mengenal para pelaku pembantaian teman temannya itu maka, keesokan harinya Rabu (13/5) dibantu personil Reskrim dan Intel Polres Simalungun, melakukan penangkapan terhadap pelaku penganiayaan terhadap korban. Sampai dengan kemarin, 22 orang warga Nagori Marihat Raja berhasil ditangkap polisi, yang dipimpin langsung Kasat Reskrim Polres Simalungun AKP Dedy Supriadi. Saat ini para pelaku mendekam di sel tahanan Polres Simalungun untuk kepentingan peneyelidikan dan penyidikan.
Data yang diperoleh Global, dari 22 orang pelaku, 18 orang diantaranya berinisial AS (26) warga Marihat Raja, RM (23), ES (20) pelajar SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), SS (35), LS (38), JS (27), RM (22), HS (49), JS (32), GS (23), FM (26), ES (44), IS (24), JM (23), LSM (47), MLR (28), DP (40) dan JT (26). Saat hendak ditangkap, sejumlah pelaku berupaya melarikan diri kea real persawahan yang ada di sekitar pemukiman warga. Untuk mengamankan jalannya penangkapan, polisi difasilitasi dengan senjata api laras panjang dan pendek. Kemudian, untuk mengangkut pelaku, polisi menggunakan truk Dalmas.

Pematangsiantar, 13 Mei 2009

Walikota Pematangsiantar Belum Tersentuh Hukum

Kasus CPNS Gate
Walikota Pematangsiantar Belum Tersentuh Hukum

Catatan M Gunawan Purba, wartawan Harian Global di Pematangsiantar

Nyaris dua tahun sudah Polres Simalungun menangani proses hukum perkara CPNS Gate Siantar. Selama itu pula, penyidik belum mampu "menyentuh" Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan. Meski posisi Walikota selama proses penjaringan CPNS sangat menentukan sekali. Tanpa persetujuannya, tidak akan ada CPNS yang mendapat NIP (Nomor Induk Pegawai) dari BKN (Badan Kepegawaian Negara). Di formasi tahun 2005 itu, 256 CPNS diusulkannya untuk mendapat NIP.
Hingga akhirnya diketahui, dari 256 CPNS yang diusulkan, 19 diantaranya diangkat Walikota menjadi CPNS melalui prosedur yang salah. Selaku pembuat SK (Surat Keputusan) pengangkatan CPNS, rasanya seperti tidak mungkin Walikota tidak mengetahui kalaui 19 CPNS tersebut bermasalah. Tragisnya, ke 19 CPNS siluman itu, rata rata merupakan keluarga dekat dari Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dan sejumlah pejabat teras Pemko Pematangsiantar.
Sayang, hingga gelar perkara terlaksana di Polres Simalungun, polisi tidak juga dapat mencari bukti nepotisme dalam proses penerbitan SK dan pengusulan NIP kepada 19 CPNS siluman tersebut. Meski penyidik mengetahui, kalau mereka (19 CPNS siluman) menjadi CPNS tanpa mengikuti testing maupun dari kelompok yang sama sekali tidak lulus testing (sesuai hasil urut rangking yang dikeluarkan Puskom USU). Ketika perkara digelar (Jumat, 24 Oktober 2008), penyidik mengatakan 9 CPNS siluman disisip untuk mengisi formasi CPNS yang kosong di tahun 2004. Kemudian 3 CPNS siluman, disusup untuk menggantikan CPNS yang mengundurkan diri. Sedangkan 7 orang lainnya, dikatakan untuk mengisi formasi CPNS yang kosong di tahun 2005 itu (berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang diperiksa penyidik).
Terkait persoalan CPNS Gate tersebut, BKN telah menyatakan ke 19 CPNS yang diangkat Walikota Pematangsiantar menyalahi aturan. Karena menyalahi aturan, maka BKN pun telah melakukan pembatalan NIP terhadap ke 19 CPNS siluman tersebut. Seharusnya, dengan pernyataan BKN ini, penyidik telah memiliki alat bukti untuk menjerat Walikota, selaku pembuat SK CPNS dimasa itu. Setidaknya, Walikota harus bertanggungjawab, atas kerugian masyarakat (pemenang CPNS) yang seharusnya menjadi CPNS, namun karena pelanggaran peraturan yang dilakukan Pemko Pematangsiantar, membuat mereka (masyarakat) tidak jadi CPNS.
Tetapi faktanya, hingga saat ini penydik Polres Simalungun tidak juga menetapkan Ir RE Siahaan sebagai tersangka. Dengan alasan, untuk menetapkan Walikota Pematangsiantar saat ini sebagai tersangka, tidak cukup dengan kesaksian Drs Morris Silalahi (Sekretaris Panitia Pengadaan CPNS Tahun 2005 dan juga Kepala BKD) seorang. Kapolres Simalungun AKBP Rudi Hartono mengatakan, sesuai azas hukum, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka diperlukan dua alat bukti (Hal tersebut dikatakan Kapolres Simalungun dalam gelar perkara). Padahal, SK pengangkatan ke 19 CPNS, dikeluarkan oleh Walikota Pematangsiantar. Sehingga dengan SK itu bisa dijadikan alat bukti, ditambah lagi dengan pembatalan NIP yang dilakukan BKN.
Izin pemeriksaan Walikota Pematangsiantar dari Presiden RI, juga diduga menjadi salah satu penyebab, Walikota Pematangsiantar tidak "tersentuh". Andai saja Bareskrim Mabes Polri melanjutkan proses permohonan izin pemeriksaan Walikota itu ke Kapolri dan diteruskan ke Presiden, tentu saja ceritanya akan lain. Ini malah Bareskrim meminta penyidik agar melimpahkan berkas ke JPU (Jaksa Penuntut Umum) lebih dahulu. Jika JPU meminta berkas dilengkapi dengan keterangan Walikota, barulah proses permohonan izin pemeriksaan terhadap Walikota diteruskan ke Presiden RI.
Dikhawatirkan, JPU tidak meminta penyidik untuk melengkapi berkas perkara CPNS Gate dengan keterangan Walikota. Jika hal itu terjadi, maka besar kemungkinan Walikota Pematangsiantar akan "terselamatkan" dari kasus CPNS Gate. Meskipun sejumlah keluarganya termasuk didalam 19 CPNS siluman itu. Seharusnya, penyidik memiliki keberanian untuk menetapkan Ir RE Siahaan sebagai tersangka, dengan sejumlah petunjuk bukti yang telah mereka sita dan saksi yang ada. Ditambah lagi dengan pengakuan Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Drs Morris Silalahi, yang saat ini menjadi tersangka tunggal dalam kasus CPNS Gate Siantar.
Diyakini, pengakuan dari Kepala BKD tersebut adalah hal yang benar. Sebab tidak akan mungkin Kepala BKD itu mengusulkan nama nama CPNS ke BKN, tanpa sepengetahuan dan persetujuan Walikota Pematangsiantar. Disinilah tantangan bagi Polres Simalungun untuk menguak tabir kebenaran dari perkara CPNS Gate Siantar.

Pematangsiantar 26 Oktober 2008

DPRD Bungkam, Terkait Putusan Pemberhentian Walikota Siantar

M Gunawan purba
Global Pematangsiantar
Semangat menggebu-gebu yang ditunjukkan 20 anggota DPRD Pematangsiantar 1,5 bulan yang lalu, ketika menggelar rapat paripurna pemberhentian Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dan Wakil Walikota Pematangsiantar Drs Imal Raya Harahap, kini mulai pudar. Bahkan, saat ini mereka (DPRD Pematangsiantar) terkesan bungkam, dalam menyikapi putusan mereka itu sendiri.
Pimpinan dan sejumlah anggota dewan yang dihubungi, terkait putusan DPRD nomor 12 tahun 2008, tentang pemberhentian Walikota dan Wakilnya, tak satupun mereka memberikan jawaban pasti, terkait proses eksaminasi putusan itu di Mahkamah Agung (MA). Malah ada yang sama sekali tidak memberikan jawaban. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui apakah hasil eksaminasi MA sudah mereka terima. Bahkan, masyarakat juga tidak tahu, apakah putusan itu jadi mereka kirim ke MA.
Ketua DPRD Pematangsiantar Lingga Napitupulu BcEng, Wakil Ketua Ir Saud Simanjuntak dan Syrwan Hazly Nasution sama sekali tidak menjawab konfirmasi yang dikirim wartawan melalui SMS, Kamis (23/10). Konfirmasi dikirim melalui SMS, berhubung ketiga pimpinan dewan tersebut, saat ini jarang masuk kantor. Begitu juga dengan sejumlah anggota dewan lainnya, Janter Aruan. Sedangkan Marisi Jujur Sirait mengatakan, belum ada mendengar tentang hasil eksaminasi dari MA. Maka dipastikannya, kalau ia belum ada menerima hasil eksaminasi yang dilakukan MA.
Sementara itu sebelumnya, anggota dewan dari PDIP Drs Aroni Zendrato mengatakan, belum bisa memberikan tanggapan dan meminta untuk bertanya kepada pimpinan dewan. Hal yang sama juga dikatakan Mangatas Silalahi (anggota dewan lainnya).
Ketertutupan pimpinan dan anggota dewan ini menimbulkan kecurigaan elemen masyarakat Kota Pematangsiantar. Seperti Direktur GoMo (Government Monitoring) M Alinapiah Simbolon SH, merasa curiga terhadap kinerja dan prilaku yang ditunjukkan oleh DPRD Pematangsiantar. "Jangan jangan usulan pemeberhentian Walikota dan Wakil Walikota tidak jadi dikirim ke MA, untuk dieksaminasi", ucap Simbolon curiga.
Seharusnya, sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, jelas diatur tata cara pemberhentian kepala daerah (Walikota) melalui usulan DPRD. Disana disebutkan, lebih dahulu usulan itu harus dieksaminasi oleh MA. Di undang undang itu juga diatur masa eksaminasi di MA. Yakni, selama 30 hari. Artinya, setelah 30 hari MA berkewajiban menerbitkan hasil eksaminasi tentang usulan dari DPRD tersebut. Tetapi di Pematangsiantar, sejak dewan memberhentikan Walikota dan Wakil Walikota pada 5 Sepetember 2008 yang lalu, dalam kurun waktu hingga sekarang ini, seharusnya hasil eksaminasi itu telah diterima oleh DPRD Pematangsiantar.
Sementara itu juru bicara Depdagri Saut Situmorang, melalui ponselnya mengatakan, lembaganya juga belum ada menerima hasil eksaminasi dari MA, terkait usulan DPRD memberhentikan Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan dan Wakil Walikota Drs Imal Raya Harahap. Dengan begitu, Situmorang juga meminta MA agar tidak memperlama mengeluarkan hasil eksaminasinya.
Katanya, hasil eksaminasi MA selanjutnya diserahkan kepada DPRD. Kemudian dewan, melalui Gubernur Sumatera Utara menyampaikan usulan kepada Mendagri di Jakarta. Hal itu sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2004.


Pematangsiantar, 23 Oktober 2008