Selasa, 14 Juli 2009

Unjukrasa Siswa SD dan SMA Dibubarkan Polisi

Hari Kedua Sekolah, 5 Orang Ditangkap
Unjukrasa Siswa SD dan SMA Dibubarkan Polisi

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Memasuki hari kedua tahun ajaran baru, sekitar 700 an siswa SD Negeri 122350 dan siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar, kembali menggelar aksi unjukrasa menolak perpindahan lokasi belajar mereka, Selasa (14/7). Perpindahan ditolak, karena komite sekolah, guru, siswa dan orang tua siswa tidak setuju gedung sekolah mereka di ruislaq.

Sesuai pemberitahuan kepada polisi, unjukrasa seharusnya di lokasi kantor Walikota, rumah dinas Walikota, kantor Dinas Pendidikan dan di gedung DPRD Pematangsiantar. Tetapi gagal terlaksana, karena aksi unjuk rasa itu keburu dibubarkan aparat Polresta Pematangsiantar, ketika beraksi di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura.

Pengunjukrasa beraksi di lokasi pembubaran (persis disebelah gedung SMA Negeri 4 atau di depan gedung SD Negeri 122350), karena mereka tidak dibenarkan masuk ke gedung SMA Negeri 4 Pematangsiantar oleh Sat Pol PP dan polisi. Padahal, gedung SMA Negeri 4 dijadikan titik kumpul pengunjukrasa.

Polisi membubarkan unjuk rasa secara paksa dengan menggunakan tongkat “T“ dan tameng yang mereka miliki. Tidak sedikit siswa terinjak injak oleh petugas, saat pembubaran unjuk rasa dilakukan. Bahkan ada petugas yang melakukan pemukulan terhadap pengunjukrasa yang umumnya terdiri dari siswa SMA Negeri 4. Seketika konsentrasi massa pengunjukrasa-pun buyar.

Unjukrasa dibubarkan tanpa perlawanan berarti dari massa. Ratusan siswa lari terbirit birit ke sejumlah arah. Jerit histeris dan cucuran air mata sejumlah siswa SD dan SMA, menambah suasana semakin tegang. Berbagai umpatan-pun keluar kelompok pengunjukrasa. Meski akhirnya, polisi berhasil juga membubarkan aksi unjukrasa yang sempat membuat Jalan Sutomo sebagai Jalan Provinsi macat total.

Sebelum dibubarkan, polisi lebih dahulu menangkap lima orang pengunjukrasa. Yakni, Jansen Napitu (Wakil Ketua Komite Sekolah SMA Negeri 4), Coki Pardede (aktivis LSM), Marlon Sidabutar (Ketua Taruna Merah Putih), Ebed Sidabutar (aktivis LSM) dan seorang siswa SMA Negeri 4 kelas tiga, Muhammad Midun. Kelimanya langsung diboyong ke Polresta.

Tidak terlalu lama setelah unjukrasa berhasil dibubarkan, massa yang terdiri dari siswa SD, ratusan siswa SMA, guru, sejumlah aktivis LSM seperti Rado Damanik sebagai kordinator aksi unjukrasa, Imran Simanjuntak, Rindu Marpaung (Ketua Forum Komunikasi Guru Honor), dan Henry PK Manurung (aktivis LSM) malah bergerak ke markas Polresta Pematangsiantar dan menggelar aksi unjukrasa disana.

Mereka menuntut polisi segera membebaskan lima orang yang ditangkap sebelumnya. Berbagai orasi dilontarkan sejumlah orator di depan markas Polresta. Sempat juga terdengar, perpindahan ditolak karena pengunjukrasa tidak ingin gedung SMA dan SD yang terletak bersebelahan, di ruislag dengan 4 gedung yang terletak di Jalan Medan, Jalan Gunung Sibayak, Jalan Sisingamangaraja dan di Jalan tembus Sutomo-Pane.

Dua orang siswa yang tidak ingin disebut namanya mengatakan, mereka menolak perpindahan, karena akan berdampak terhadap pengeluaran ongkos yang akan semakin membengkak. Jika SMA Negeri 4 berada di Jalan Gunung Sibayak, maka perjalanan yang harus ditempuh siswa dari gedung yang ada di Jalan Patimura akan bertambah sekitar 2 km. Sehingga harus ditempuh dengan dua kali naik angkot.

Kedua siswa itu juga tidak setuju gedung SMA Negeri 4 Jalan Patimura di euislaq. Karena gedung SMA 4 merupakan gedung bersejarah, yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda dahulu. Saat penjajahan, gedung SMA 4 di Jalan Patimura tersebut merupakan gedung rumah sakit. Dengan begitu, gedung bersejarah katanya layak untuk dipertahankan.

Sementara, disela sela aksi unjukrasa di depan markas Polresta, Kabag Bina Mitra yang juga Pahumas Polresta Pematangsiantar, AKP Muslim mengatakan siswa SMA Negeri 4, Muhammad Midun tidak akan ditahan oleh polisi. Namun, sebelum dilepas, Midun terlebih dahulu dimintai keterangan. Namun untuk empat orang lainnya yang ditangkap, AKP Muslim mengatakan tergantung hasil pemeriksaan. Jika bukti bukti mencukupi, maka keempatnya akan ditahan. Jika tidak, maka akan dilepas.

Lebih lanjut dikatakan AKP Muslim, pembubaran aksi unjukrasa di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura, dilakukan karena aksi telah mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penangkapan dilakukan, karena kelima orang tersebut dianggap terindikasi sebagai provokator, dengan mengajak massa untuk berada di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura, sehingga membuat jalan menjadi macat total.

Ruislag SMA Negeri 4 Masih Dalam Proses

Terlepas dari aksi penolakan yang dilakukan sejumlah eleman masyarakat, termasuk siswa, guru dan komite sekolah, ternyata proses ruislaq SMA Negeri 4 ematangsiantar masih terus berlangsung. Informasi proses ruislaq diperoleh dari Sekda (Sekretaris Daerah) Pemko Pematangsiantar, Drs James Manson Lumbangaol, Senin (13/7), melalui ponselnya.

Katanya, status lahan dan gedung SMA Negeri 4 masih milik Pemko pematangsiantar, karena proses ruislaq masih dalam proses. Sedangkan perpindahan dilakukan pemerintah, untuk menghindari proses belajar mengajar siswa terganggu, disaat ruislaq terlaksana. Sementara, gedung yang ada di Jalan Gunung Sibayak, tempat lokasi belajar siswa SMA Negeri 4 dipindahkan, masih berstatus pinjam pakai. Setelah diruislaq, rencananya lahan diatas gedung SMA Negeri 4 akan dijadikan pusat perbelanjaan modern (mall).

Sementara Kadis Pendidkan Kota Pematangsiantar, Drs Surung Sialagan mengatakan, perpindahan dilakukan karena Dinas pendidikan mendapat perintah dari Pemko Pematangsiantar. Namun, alasan perpindahan dilakukan untuk apa, tidak dijelaskan oleh Drs Surung Sialagan. Bahkan, gedung SMA Negeri 4 yang ada di Jalan Patimura akan digunakan atau akan dijadikan apa, juga tidak diberitahu oleh Sialagan didampingi Sekretaris Dinas Pendidikan Hotma Aritonang.

Sesuai informasi yang sudah ada sebelumnya, ruislaq lahan dan gedung SMA Negeri 4 Pematangsiantar telah mendapat persetujuan (izin) dari DPRD pematangsiantar tahun 2006 lalu. Kemudian keluar kembali persetujuan DPRD di tahun 2007, setelah hasil penilaian dari tim penilai aset pemerintah daerah ada. Namun sejak saat itu, aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat terus berkembang. Hingga sampai saat ini, proses ruislaq yang banyak ditentang itu, belum juga terwujud.

Pematangsiantar, 14 Juli 2009

Senin, 29 Juni 2009

Hari Ini Poldasu Terima Arahan Kejari Pematangsiantar

Perkara CPNS Gate P 19
Hari Ini Poldasu Terima Arahan Kejari Pematangsiantar

M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar


Tak gampang untuk menuntaskan perkara CPNS Gate Siantar tahun 2005. Meski sudah dua tahun lebih kasus itu ditangani polisi, namun, untuk menuju P 21 saja, penyidik sekelas Polda Sumatera Utara, masih harus menerima arahan (petunjuk) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar, Nelson Sembiring SH, Senin (29/6) mengatakan, sesuai hasil penelitian JPU (Jaksa Penuntut Umum), berkas kasus dugaan pemalsuan pemenang CPNS tahun 2005, yang dilimpahkan penyidik Poldasu tidak sempurna. Hal itu sudah dinyatakan Kejari dengan P 18, dan telah disampaikan ke Poldasu, melalui surat nomor B 998/N.2.12/06/2009 tertanggal 23 Juni 2009 lalu.

Untuk penyempurnaan berkas, hari ini (Selasa 30/6), Kejari akan memberikan arahan atau petunjuk ke penyidik Poldasu. Sehingga, dengan terbitnya petunjuk, maka berkas perkara CPNS Gate dikembalikan kepenyidik atau dinyatakan P 19. Kepada penyidik, JPU berharap agar melengkapi berkas perkara, sesuai dengan petunjuk yang diberikan pada P 19. “Berkas perkara belum sempurna, sehingg dikembalikan dan diberikan petunjuk”, sebut Nelson Sembiring SH.

Lebih lanjut dikatakan Kajari Pematangsiantar, sebelumnya, berkas perkara CPNS gate juga sudah pernah dikembalikan atau P 19. Saat itu, materi berkas belum diteliti, tapi langsung dikembalikan Kejari.

Hal itu terjadi, mengingat, saat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari polisi, jumlah tersangka ada 4 orang. Yakni Ir RE Siahaan, Drs Tanjung Sijabat, Morris Silalahi dan satu orang lagi telah meninggal dunia saat ini. Namun oleh penyidik, berkas yang dilimpahkan ke Kejari hanya atas nama tersangka Morris Silalahi. Karena tidak sesuai SPDP, maka berkas-pun dinyatakan P 19 dan dikembalikan ke penyidik.

Khusus untuk perkara CPNS Gate, Kajari Pematangsiantar menugaskan 3 jaksa peneliti. Mereka itu terdiri dari Kasi Datun Kejari, RSB Simangunsong SH bersama Siti Martiti Manulang SH dan Heriansyah SH. Dari ketiga jaksa peneliti inilah diambil kesimpulan, kalau berkas yang diserahkan penyidik Poldasu tanggal 16 Juni 2009 kemarin tidak lengkap. Bahkan, banyak hal yang harus disempurnahkan oleh penyidik untuk menuju P 21. Sayang, Nelson Sembiring SH, tidak bersedia membeberkan, isi salah satu petunjuk yang diberikan jaksa peneliti. Ia hanya mengatakan berkas perkara terpisah dalam tiga berkas.

Jumat, 26 Juni 2009

Dewan Minta Presiden Copot Jabatan Walikota Siantar


Dewan Minta Presiden Copot Jabatan Walikota Siantar



M Gunawan Purba

Global Pematangsiantar

DPRD Kota Pematangsiantar, Kamis (25/6), berhasil mengambil keputusan politik yang sangat krusial. Melalui sidang paripurna, DPRD meminta Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencopot jabatan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar.

Putusan dewan meminta Presiden untuk mencopot jabatan Walikota dari Ir RE Siahaan dan mencopot jabatan Wakil Walikota dari Drs Imal Raya Harahap, merupakan tindak lanjut dari putusan (hasil uji pendapat) Mahkamah Agung nomor 01 P/KHS/2009, yang menyatakan SK DPRD Pematangsiantar nomor 12 tahun 2008 tentang usulan pemberhentian kedua “penguasa” di Pematangsiantar itu sah secara hukum.

Sedangkan SK DPRD nomor 12 tahun 2008 itu sendiri menyatakan, Ir RE Siahaan dan Drs Imal Raya Harahap, diyakini telah melanggar sumpah/janji jabatan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar, terkait persekongkolan tender perbaikan bangsal RSU Dr Djasamen Saragih tahun 2005. Hal tersebut, seiring dengan putusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) nomnor 6 tahun 2006, yang menyatakan kedua “penguasa” tersebut telah melanggar UU nomor 5 tahun 1999, tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Hasil paripurna dewan kemarin, dibacakan Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Lingga Napitupulu BcEng didampingi Wakil Ketua Ir Saud Simanjuntak dan Syrwan Hazly Nasution dihadapan anggota dewan dan undangan sidang paripurna. Hasil paripurna, yang akan menjadi keputusan DPRD Pematangsiantar itu, pada poin pertama, dengan tegas menyatakan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Selanjutnya, pada poin kedua putusan, dewan meminta Presiden SBY, untuk menerbitkan surat pemberhentian terhadap kedua penguasa yang telah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatannya.

Sidang paripurna kemarin, berlangsung di lokasi darurat, karena ruang sidang dewan terkunci dan tidak bisa dibuka, serta sejumlah alat pengeras suara tidak lagi berada ditempatnya. Namun, dari 30 jumlah anggota dewan seluruhnya, 15 dewan ditambah 1 dewan yang izin, tetap bersedia menghadiri dan mengikuti sidang paripurna dengan hasil yang sangat krusial dalam sistem pelaksanaan roda pemerintahan.

Munculnya putusan dewan untuk meminta presiden mencopot Ir RE Siahaan dan Drs Imal Raya Harahap dari jabatannya masing masing, sempat membuat khawatir pengunjung sidang. Pasalnya, ketika sidang dibuka jam 09.00 WIB, jumlah anggota dewan yang hadir hanya 12 orang, termasuk 3 diantaranya merupakan pimpinan dewan.

Dampak dari minimnya jumlah anggota dewan yang hadir itu, pimpinan dewan Ir Saud Simanjuntak, terpaksa menskor sidang selama satu jam, karena belum korum untuk menggelar paripurna. Setelah satu jam, skor-pun dicabut. Namun kembali di skor, karena korum juga belum terpenuhi, yakni jumlah anggota dewan yang hadir hanya 15 orang ditambah 1 anggota dewan yang izin.

Setelah skor dilakukan dua kali satu jam, jumlah anggota dewan yang hadir tidak juga bertambah. Namun sidang paripurna tetap dibuka atau dilaksanakan, karena korum dinyatakan tidak lagi mengikat, sesuai ketentuan pasal 75 ayat 2 tatib (tata tertib) DPRD Pematangsiantar. Hasil dari sidang paripurna itu, diyakini pengunjung sidang, nantinya akan membuat “kekuasaan” Ir RE Siahaan akan berakhir.

Minggu, 21 Juni 2009

MA Setuju Walikota Siantar di Pecat

MA Setuju Walikota Siantar di “Pecat”

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar
Meski sangat terlambat, akhirnya Mahkamah Agung (MA) menerbitkan juga hasil eksaminasi (evaluasi), terkait usulan DPRD Kota Pematangsiantar untuk memberhentikan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Informasi itu diperoleh Global dari Penasehat Hukum DPRD Kota Pematangsiantar, Benjamin Girsang SH, Rabu (17/6).
Pada 5 September 2008 yang lalu, DPRD Pematangsiantar melalui sidang paripurna menerbitkan SK nomor 12 Tahun 2008, tentang pemberhentian Ir RE Siahaan dari jabatan Walikota Pematangsiantar dan pemberhentian Drs Imal Raya dari jabatan Wakil Walikota Pematangsiantar.
Kemudian, guna memenuhi ketentuan UU nomor 32 Tahun 2004, dewan mengirim SK nomor 12 Tahun 2008 itu ke MA, untuk dieksaminasi. Hasilnya, menurut Benjamin Girsang, MA setuju kalau Ir RE Siahaan di “pecat” dari jabatan Walikota. Begitu juga dengan Drs Imal Raya Harahap sebagai Wakil Walikota Pematangsiantar. Hasil eksaminasi itu, ditandatangani oleh ketua majelis hakim MA, Paulus Efendi L SH
Sementara, ketika Ketua DPRD Pematangsiantar, Lingga Napitupulu dihubungi melalui ponselnya, membenarkan MA setuju Ir RE Siahaan diberhentikan dari jabatan Walikota dan Drs Imal Raya Harahap dari jabatan Wakil Walikota. Namun, Lingga Napitupulu enggan mengomentari hasil eksaminasi MA tersebut. Selanjutnya, hari ini (Kamis 18/7), direncanakan akan menggelar konfrensi pers, untuk menyampaikan pernyataan resmi, terkait putusan berupa hasil eksaminasi MA.
Sekedar mengingatkan, dewan mengusulkan pemberhentian Ir RE Siahaan dan Drs Imal Raya Harahap, karena dianggap melanggar undang undang (UU). Khususnya undang undang nomor 5 tahun 1999, tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sebelumnya, DPRD Pematangsiantar terlebih dahulu membentuk panitia angket dewan, untuk menyelidiki informasi tentang Walikota dan Wakil Walikota telah melanggar undang undang. Saat itu, kedua “penguasa” di Pematangsiantar itu telah di vonis KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tidak Sehat) melanggar UU nomor 5 tahun 1999.
Pada putusannya, selain menyatakan Walikota dan Wakil Walikota bersalah, KPPU juga menyebut, ada unsur kerugian negara Rp 380 juta lebih, akibat adanya persekongkolan saat menentukan pemenang tender proyek perbaikan bangsal Rumah Sakit Umum (saat ini namanya RSU Dr Djasamen Saragih) Pematangsiantar tahun 2005.
Setelah panitia angket bekerja dan menerbitkan rekomendasi, pada 5 September 2008 yang lalu, DPRD menggelar rapat paripurna dan hasilnya, memberhentikan Ir RE Siahaan dari jabatan Walikota dan Drs Imal Raya Harahap dari jabatan Wakil Walikota. Saat ini, eksaminasi usulan pemberhentian dewan itupun sudah disetujui oleh Mahkamah Agung.

Putusan MA Mutlak dan Harus Dihargai

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Keluarnya hasil uji pendapat Mahkamah Agung (MA) nomor 01 P/KHS/2009 tertanggal 3 MAret 2009 terhadap SK DPRD Kota Pematangsiantar nomor 12 Tahun 2008 tentang usulan pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar, harus dihargai semua pihak, termasuk oleh pemerintah pusat.
Demikan pendapat Direktur Eksekutif GoMo (Government Monitoring) M Alinapiah Simbolon SH, kepada Global, Jumat (19/6) di lobbi room Siantar Hotel Pematangsiantar, menyikapi isu sentral di kota setempat tersebut.
Sebagai lembaga peradilan tertinggi serta sebagai salah satu lembaga tinggi negara, putusan MA bersifat mutlak dan berkekuatan hukum. Apalagi, uji pendapat itu merupakan amanat yang diberikan UU nomor 32 Tahun 2004 terhadap MA. Untuk itu, sudah sepantasnya pula lembaga DPRD Kota Pematangsiantar menyikapi putusan MA tersebut, dengan menggelar kembali sidang paripurna.
Selain DPRD, Presiden melalui Mendagri, juga harus taat terhadap putusan yang dikeluarkan MA. Caranya, secepat mungkin memproses usulan pemberhentian Ir RE Siahaan dari jabatan Walikota Pematangsiantar dan Drs Imal Raya dari jabatan Wakil Walikota Pematangsiantar. “Tentunya, proses di Depdagri, setelah dewan kembali menggelar paripurna untuk memintakan pemberhentian”, sebut M Alinapiah Simbolon.
Dijelaskan, didalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, hal mengenai pemberhentian permanent terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah, sudah diatur secara baku. Sehingga, apa yang disampaikan MA dan DPRD Kota Pematangsiantar merupakan hal yang harus ditaati oleh Presiden untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari unsure KKN.
Sementara, Ketua Repdem Kota Pematangsiantar, Henri PK Manurung, malah, dengan terbitnya hasil uji pendapat dari MA itu, ia berharap lembaga penegak hukum untuk lebih serius dalam menuntaskan kasus kasus yang terindikasi kuat melibatkan Walikota Pematangsiantar, Ir RE Siahaan. Hal itu, demi terwujudnya itikat baik penegakan hukum.
Manurutnya, yang menjadi persoalan, sehingga dimintakan uji pendapat ke MA adalah persoalan persekongkolan antara Walikota dan Wakil Walikota dengan salah satu reknan (kontraktor), saat proses tender perbaikan bangsal RSU Dr Djasamen Saragih (dulu RSU) Pematangsiantar tahun 2005 lalu. Bahkan, dalam putusan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tidak Sehat), dinyatakan terdapat kerugian negara dan telah diserahkan ke KPK. Oleh KPK, kasus itu diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Sehingga, terkait putusan MA tersebut, Henri Manurung berpendapat, sudah saatnya kasus dugaan korupsi saat tender perbaikan bangsal RSU Dr Djasamen Saragih, segera dituntaskan oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar (Kejari). Begitu juga dengan perkara lain seperti kasus CPNS Gate Siantar dan kasus dugaan korupsi dana bantuan social tahun 2007. Henri Manurung berharap, penyidik tidak menjadikan Ir RE Siahaan menjadi tersangka seumur hidup dalam kasus CPNS Gate Siantar.

Minggu, 14 Juni 2009

Tersangka Perusak Kantor Harian Siantar 24 Jam Bebas Berkeliaran

Pukulan Buat Insan Pers
Tersangka Pengrusakan Kantor Media Bebas Berkeliaran

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar
Tersangka pengrusakan kantor Harian Siantar 24 Jam, Baringin Siahaan yang sempat “menghilang” dari Kota Pematangsiantar, tiba tiba nongol di Jalan Cipto Kota Pematangsiantar, Minggu (14/6). Kemunculan Baringin, membuat insan pers merasa terpukul. Tapi tidak demikian dengan Polresta Pematangsiantar.

Harapan jurnalis (insan pers) di Kota Pematangsiantar sirna seketika, begitu mendapat informasi kalau tersangka pelaku kekerasan terhadap pers muncul di kedai kopi Kok Tung Jalan Cipto. Berbagai spekulasi-pun mencuat. Sejumlah wartawan kembali dirundung perasaan trauma.

Tigor Munthe yang juga Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Persiapan Siantar misalnya. Munthe mengaku kesal dan merasa heran melihat kinerja aparat Polresta Pematangsiantar. Padahal menurutnya, polisi sudah menetapkan tersangka sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang).

Kemunculan Baringin Siahaan, tersangka pengrusakan kantor surat kabar harian Siantar 24 Jam pada 26 Mei 2009 lalu, manaruh rasa curiga AJI Persiapan Siantar terhadap Polresta Pematangsiantar. Bebasnya Baringin berkeliaran, diduga karena Polresta tidak serius. Atau, diduga polisi hanya berani terhadap rakyat kecil, yang tidak memiliki kekuatan apapun. Sehingga, iapun menuding aparat hukum di Pematangsiantar, tidak memiliki kemampuan untuk memproses oknum yang memiliki kekuatan. “Aparat hukum kita tak bergigi, ompong!”, ucap Tigor Munthe.

Kapolresta Pematangsiantar AKBP Andreas Kusmaedi, membantah kalau tersangka sudah ditetapkan sebagai DPO, ketika dikonfirmasi Global, Minggu (14/6). Meskipun di surat kabar Siantar 24 Jam, dengan jelas dikatakan kalau polisi telah menetapkan tersangka masuk ke dalam DPO.

Menurut Andreas Kusmaedi, pemberitaan tentang tersangka DPO di Siantar 24 Jam, merupakan pemberitaan yang salah. Katanya, saat ia dikonfirmasi wartawan Siantar 24 Jam beberapa waktu lalu mengatakan, kalau tersangka akan masuk dalam DPO, jika tersangka sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik.

Bantahan Kapolresta ini sangat disesalkan Wakil Pemred Siantar 24 Jam, Putra Marpaung. Pasalnya, informasi tentang tersangka masuk DPO, langsung diperoleh dari Kapolresta melalui ponsel. Bahkan yang membuat berita tentang tersangka sudah DPO, juga bukan seperti yang disampaikan Kapolresta kepada Global. “Yang konfirmasi saya dan yang buat beritanya juga saya”, sebut Putra Marpaung.

Bila berita yang di terbitkan oleh Siantar 24 Jam, salah, seharusnya Kapolresta membantah berita tersebut. Namun sampai saat ini, Kapolresta tidak ada membantah berita tentang pernyataannya kalau tersangka sudah masuk DPO , ke harian Siantar 24 Jam.

Sementara, kuasa hukum Siantar 24 Jam, Marlas Hutasoit SH mengatakan, tersangka yang sudah masuk ke dalam DPO, tidak lagi harus melalui prosedur pemanggilan. Menurutnya, pernyataan Kapolresta yang mengatakan tersangka telah DPO, ternyata hanya sebatas retorika. Dengan demikian, advokad ini menaruh kecurigaan terhadap polisi, hingga membuat tersangka sulit untuk ditangkap.

Kamis, 11 Juni 2009

Bareskrim Mabes Polri Tinjau Hutan Purba

Bareskrim Polri Prihatin Kondisi Hutan Purba

M Gunawan Purba

Kondisi hutan Purba di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun, semakin memprihatinkan. Hamparan lahan “kosong” terbentang luas. Di sejumlah tempat, terdapat tumpukan gelondongan kayu hutan bekas tebangan. Lekuk jalan buatan, menjadi metode penebangan pohon di hutan Purba.

Gambaran itulah yang muncul dibenak sejumlah wartawan, Selasa (9/6), saat mengikuti rombongan tim Bareskrim Mabes Polri menelusuri keberadaan hutan Purba. Tim Bareskrim Mabes Polri dipimpin Direktur V Tipiter, Kombes Pol H Masdu SH, persisnya meninjau hutan Purba yang terletak di Dusun Sinar Pardomuan Nagori Pematang Purba Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Dalam penelusuran itu, sejumlah truk yang digunakan sebagai alat angkut gelondongan kayu, sempat diberhentikan tim Bareskrim Mabes Polri. Dari sopir truk diketahui, kalau mereka bekerja atas perintah marga Manulang, penduduk Kabanjahe Kabupaten Karo. Selanjutnya, polisi itupun meminta identitas (KTP) salah seorang sopir truk tersebut.

Selanjutnya, sesuai petunjuk petugas Dinas Kehutanan Pemkab Simalungun dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Sub Pemetaan Hutan, tim Bareskrim Mabes Polri terus bergerak menuju titik kordinat. Jalan buatan yang berdebu, bergelombang dan terjal, tidak menjadi penghalang bagi tim Bareskrim. Akhirnya tim, sampai juga ke tempat yang dituju (titik kordinat).

Saat berada di lokasi titik kordinat, Kombes Pol H Masdu SH meminta keterangan dari Kepala Dusun Sinar Pardomuan, Birson Sinaga. Katanya, hutan yang dalam posisi “gundul” itu merupakan milik masyarakat dan diberikan kuasa kepada pemegang IPKTM (Izin Pemanfaatan Kayu pada Tanah Milik) Sahat Purba. Masa berlaku IPKTM atas nama Sahat Purba tersebut, akan berakhir beberapa hari lagi (15 Juni 2009). “Yang saya tahu pak, masa berlaku IPKTM akan berakhir empat hari lagi pak”, sebut Birson Sinaga.

Mendengar penjelasan dari Kepala Dusun dan setelah melihat langsung kondisi hutan Purba, Kombes H Masdu SH, memerintahkan anggotanya untuk melakukan penyelidikan terhadap warga yang mengklaim, kalau lahan hutan yang ada di Dusun Sinar Bintang milik mereka. Yang selanjutnya, oleh warga yang mengklaim lahan hutan itu miliknya, memberi kuasa kepada Sahat Purba, untuk mendapat IPKTM dari Bupati Simalungun.

Kombes Masdu semakin prihatin terhadap kondisi hutan Purba, setelah menyaksikan batas (patok) untuk lahan IPKTM tidak jelas. Sebab, antara batas hutan yang katanya milik rakyat, dengan hutan alam hanya berjarak beberapa meter saja. Hal itu katanya, rawan akan disalahgunakan.

Masih dilokasi kawasan hutan Purba, kepada tim Bareskrim Mabes Polri, Rahman dari Dinas Kehutanan Pemkab Simalungun, mengatakan luas lahan untuk IPKTM 21,5 hektar. Selanjutnya, Rahman membantah kalau penebangan dilakukan di kemiringan. Ia juga membantah, kalau kayu (pohon) yang ditebang tidak memenuhi persyaratan volume ataupun jenis kayu. “Kami sudah bebrapa kali mencek pak, namun tidak menemukan penebangan diareal kemiringan, serta jenis kayu setelah disidik sesuai dengan IPKTM,” ucap Rahman kepada petugas Bareskrim Mabes Polri.

Kepada sejumlah wartawan, Kombes Pol Masdu Sh mengatakan, akan mempelajari terlebih dahulu, sejauh mana keabsahan penggunaan IPKTM dengan dasar Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Simalungun. Ia prihatin melihat hutan Purba, apalagi mengingat program pemerintah pusat yang sedang giat menggalakkan penghijauan, dengan melakukan program penanaman sejuta pohon dan bukan melakukan penebangan. “Yang saya tahu, peraturan pemerintah sudah melarang penerbitan IPK. (Izin Pemanfaatan Kayu). Kalau IPKTM, nanti kita pelajari dulu”, ucap Kombes Pol H Masdu SH.

Minggu, 07 Juni 2009

Independensi PNS di Siantar Simalungun Diragukan

Barindo Sumut Dukung SBY – Boediono
Independensi PNS di Siantar Simalungun Diragukan

M Gunawan Purba


Ratusan massa Barindo se Sumatera Utara (Sumut) penuhi Lapangan Haji Adam Amlik Kota Pematangsiantar, Minggu (7/6). Kehadiran Barindo disana, untuk mendukung dan memenangkan pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan cawapres Boediono, pada pilpres (pemilihan presiden) nanti. Dukungan dikemas dalam bentuk deklarasi.

Diantara ratusan massa Barindo (Barisan Indoensia) pendukung SBY-Boediono tersebut, sebagian diantaranya merupakan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun. Bahkan, tidak sedikit merupakan pejabat eselon dua dan tiga dipemerintahan kedua daerah. Diantaranya, ada yang menjabat Kepala Dinas, Kepala Badan maupun Kepala Bagian dan Camat.

Keberadaan PNS Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun itu, memunculkan komentar tak sedap dari beberapa komponen masyarakat yang tidak ingin menyebut identitasnya. Mereka meragukan independensi PNS yang bergabung di Barindo, dalam Pilpres mendatang.

Anggota KPU Kota Pematangsiangar, Batara Manurung ketika diminta pendapatnya mengatakan, PNS menjadi anggota Barindo tidak menjadi masalah. Hanya saja, ketika PNS tersebut terlibat aksi mendukung salah satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), hal itu tidak diperbolehkan dan melanggar aturan perundang-undangan. Sebab, didalam undang undang, jelas disebutkan kalau PNS tidak boleh memihak salah satu pasangan calon manapun.

Ketika hal ini coba dipertanyakan kepada Ketua Panwaslu Kota Pematangsiantar, Darwan Saragih melalui layanan SMS, sama sekali belum menanggapi. SMS yang dikirim, tidak direspon. Begitu juga dengan anggota Panwaslu lainnya Fetra Tumanggor.

Sedangkan konfirmasi SMS yang dikirim kepada Ketua Barindo Sumatera Utara, Drs Zulkarnain Damanik MM, yang juga Bupati Simalungun, terdapat tanda kalau konfirmasi SMS yang dikirim tertunda pengirimannya.
Sementara, Kabag Humas Pemkab Simalungun, Simeso Hia berpendapat, oknum PNS yang ada di Barindo merupakan individualnya, bukan karena PNSnya. Sehingga menurutnya, perlu dipisahkan antara pribadi seseorang dengan jabatan PNSnya.

Lebih lanjut dikatakan Simeso Hia, dukungan oknum PNS yang ada di Barindo terhadap pasangan capres SBY dan cawapres Boediono, diberikan secara pribadi. Sehingga oknum PNS yang bergabung di Barindo, tidak masalah mendukung SBY dan Boediono melalui oragnisasinya di Barindo.


Pematangsiantar, 7 Juni 2009