Selasa, 14 Juli 2009

Unjukrasa Siswa SD dan SMA Dibubarkan Polisi

Hari Kedua Sekolah, 5 Orang Ditangkap
Unjukrasa Siswa SD dan SMA Dibubarkan Polisi

M Gunawan Purba
Global Pematangsiantar

Memasuki hari kedua tahun ajaran baru, sekitar 700 an siswa SD Negeri 122350 dan siswa SMA Negeri 4 Pematangsiantar, kembali menggelar aksi unjukrasa menolak perpindahan lokasi belajar mereka, Selasa (14/7). Perpindahan ditolak, karena komite sekolah, guru, siswa dan orang tua siswa tidak setuju gedung sekolah mereka di ruislaq.

Sesuai pemberitahuan kepada polisi, unjukrasa seharusnya di lokasi kantor Walikota, rumah dinas Walikota, kantor Dinas Pendidikan dan di gedung DPRD Pematangsiantar. Tetapi gagal terlaksana, karena aksi unjuk rasa itu keburu dibubarkan aparat Polresta Pematangsiantar, ketika beraksi di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura.

Pengunjukrasa beraksi di lokasi pembubaran (persis disebelah gedung SMA Negeri 4 atau di depan gedung SD Negeri 122350), karena mereka tidak dibenarkan masuk ke gedung SMA Negeri 4 Pematangsiantar oleh Sat Pol PP dan polisi. Padahal, gedung SMA Negeri 4 dijadikan titik kumpul pengunjukrasa.

Polisi membubarkan unjuk rasa secara paksa dengan menggunakan tongkat “T“ dan tameng yang mereka miliki. Tidak sedikit siswa terinjak injak oleh petugas, saat pembubaran unjuk rasa dilakukan. Bahkan ada petugas yang melakukan pemukulan terhadap pengunjukrasa yang umumnya terdiri dari siswa SMA Negeri 4. Seketika konsentrasi massa pengunjukrasa-pun buyar.

Unjukrasa dibubarkan tanpa perlawanan berarti dari massa. Ratusan siswa lari terbirit birit ke sejumlah arah. Jerit histeris dan cucuran air mata sejumlah siswa SD dan SMA, menambah suasana semakin tegang. Berbagai umpatan-pun keluar kelompok pengunjukrasa. Meski akhirnya, polisi berhasil juga membubarkan aksi unjukrasa yang sempat membuat Jalan Sutomo sebagai Jalan Provinsi macat total.

Sebelum dibubarkan, polisi lebih dahulu menangkap lima orang pengunjukrasa. Yakni, Jansen Napitu (Wakil Ketua Komite Sekolah SMA Negeri 4), Coki Pardede (aktivis LSM), Marlon Sidabutar (Ketua Taruna Merah Putih), Ebed Sidabutar (aktivis LSM) dan seorang siswa SMA Negeri 4 kelas tiga, Muhammad Midun. Kelimanya langsung diboyong ke Polresta.

Tidak terlalu lama setelah unjukrasa berhasil dibubarkan, massa yang terdiri dari siswa SD, ratusan siswa SMA, guru, sejumlah aktivis LSM seperti Rado Damanik sebagai kordinator aksi unjukrasa, Imran Simanjuntak, Rindu Marpaung (Ketua Forum Komunikasi Guru Honor), dan Henry PK Manurung (aktivis LSM) malah bergerak ke markas Polresta Pematangsiantar dan menggelar aksi unjukrasa disana.

Mereka menuntut polisi segera membebaskan lima orang yang ditangkap sebelumnya. Berbagai orasi dilontarkan sejumlah orator di depan markas Polresta. Sempat juga terdengar, perpindahan ditolak karena pengunjukrasa tidak ingin gedung SMA dan SD yang terletak bersebelahan, di ruislag dengan 4 gedung yang terletak di Jalan Medan, Jalan Gunung Sibayak, Jalan Sisingamangaraja dan di Jalan tembus Sutomo-Pane.

Dua orang siswa yang tidak ingin disebut namanya mengatakan, mereka menolak perpindahan, karena akan berdampak terhadap pengeluaran ongkos yang akan semakin membengkak. Jika SMA Negeri 4 berada di Jalan Gunung Sibayak, maka perjalanan yang harus ditempuh siswa dari gedung yang ada di Jalan Patimura akan bertambah sekitar 2 km. Sehingga harus ditempuh dengan dua kali naik angkot.

Kedua siswa itu juga tidak setuju gedung SMA Negeri 4 Jalan Patimura di euislaq. Karena gedung SMA 4 merupakan gedung bersejarah, yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda dahulu. Saat penjajahan, gedung SMA 4 di Jalan Patimura tersebut merupakan gedung rumah sakit. Dengan begitu, gedung bersejarah katanya layak untuk dipertahankan.

Sementara, disela sela aksi unjukrasa di depan markas Polresta, Kabag Bina Mitra yang juga Pahumas Polresta Pematangsiantar, AKP Muslim mengatakan siswa SMA Negeri 4, Muhammad Midun tidak akan ditahan oleh polisi. Namun, sebelum dilepas, Midun terlebih dahulu dimintai keterangan. Namun untuk empat orang lainnya yang ditangkap, AKP Muslim mengatakan tergantung hasil pemeriksaan. Jika bukti bukti mencukupi, maka keempatnya akan ditahan. Jika tidak, maka akan dilepas.

Lebih lanjut dikatakan AKP Muslim, pembubaran aksi unjukrasa di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura, dilakukan karena aksi telah mengganggu ketertiban umum. Sedangkan penangkapan dilakukan, karena kelima orang tersebut dianggap terindikasi sebagai provokator, dengan mengajak massa untuk berada di Jalan Sutomo simpang Jalan Patimura, sehingga membuat jalan menjadi macat total.

Ruislag SMA Negeri 4 Masih Dalam Proses

Terlepas dari aksi penolakan yang dilakukan sejumlah eleman masyarakat, termasuk siswa, guru dan komite sekolah, ternyata proses ruislaq SMA Negeri 4 ematangsiantar masih terus berlangsung. Informasi proses ruislaq diperoleh dari Sekda (Sekretaris Daerah) Pemko Pematangsiantar, Drs James Manson Lumbangaol, Senin (13/7), melalui ponselnya.

Katanya, status lahan dan gedung SMA Negeri 4 masih milik Pemko pematangsiantar, karena proses ruislaq masih dalam proses. Sedangkan perpindahan dilakukan pemerintah, untuk menghindari proses belajar mengajar siswa terganggu, disaat ruislaq terlaksana. Sementara, gedung yang ada di Jalan Gunung Sibayak, tempat lokasi belajar siswa SMA Negeri 4 dipindahkan, masih berstatus pinjam pakai. Setelah diruislaq, rencananya lahan diatas gedung SMA Negeri 4 akan dijadikan pusat perbelanjaan modern (mall).

Sementara Kadis Pendidkan Kota Pematangsiantar, Drs Surung Sialagan mengatakan, perpindahan dilakukan karena Dinas pendidikan mendapat perintah dari Pemko Pematangsiantar. Namun, alasan perpindahan dilakukan untuk apa, tidak dijelaskan oleh Drs Surung Sialagan. Bahkan, gedung SMA Negeri 4 yang ada di Jalan Patimura akan digunakan atau akan dijadikan apa, juga tidak diberitahu oleh Sialagan didampingi Sekretaris Dinas Pendidikan Hotma Aritonang.

Sesuai informasi yang sudah ada sebelumnya, ruislaq lahan dan gedung SMA Negeri 4 Pematangsiantar telah mendapat persetujuan (izin) dari DPRD pematangsiantar tahun 2006 lalu. Kemudian keluar kembali persetujuan DPRD di tahun 2007, setelah hasil penilaian dari tim penilai aset pemerintah daerah ada. Namun sejak saat itu, aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat terus berkembang. Hingga sampai saat ini, proses ruislaq yang banyak ditentang itu, belum juga terwujud.

Pematangsiantar, 14 Juli 2009